Rabu, 17 Januari 2018 12:45:27
Promoter = Doa & Harapan
Promoter = Doa & Harapan
Beritabatavia.com - Berita tentang Promoter = Doa & Harapan
Seandainya mawar diberikan nama lain, bunga itu tetap beraroma wangi, jadi, apalah arti sebuah nama , ungkapan populer pujangga legendaris William ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Seandainya mawar diberikan nama lain, bunga itu tetap beraroma wangi, jadi, apalah arti sebuah nama , ungkapan populer pujangga legendaris William Shakespeare.
Tetapi tidak semua orang mengamini ungkapan populer William Shakespeare yang tersohor itu. Masyarakat Indonesia meyakini nama penting, sebab nama itu Doa, harapan dan kenyataan. Begitu juga pemberian nama sebuah tempat, nama jalan dan bangunan, memiliki arti yang dilandasi dengan latar belakang nilai-nilai sejarah dan ketokohan seseorang serta kepahlawanan atau terkait dengan peristiwa bersejarah yang harus dilestarikan.
Meskipun, penetapan nama jalan dan gedung dapat berdasarkan pada sifat promosi, tetapi yang mudah dikenal masyarakat, dan tidak bertentangan dengan kesopanan dan ketertiban umum. Namun biasanya, Badan Pertimbangan Pemberian Nama Jalan, Taman, dan Bangunan akan melihat pada nilai ketokohan, kepahlawanan atau nilai jasa-jasa orang yang berperan.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawan dan sejarahnya. Bahkan UU No 20 tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan mengamanatkan , dalam rangka menghormati jasa kepahlawanan perlu mensosialisasikan seluas-luasnya kepada masyarakat dengan tujuan memasyarakatkan keteladanan dan menumbuhkan semangat kepahlawanan dan kepatriotan demi kemajuan dan kejayaan bangsa dan Negara.
Sehingga wajar muncul pertanyaan, jika nama gedung apalagi milik instansi pemerintah atau lembaga Negara kurang mencerminkan nilai sejarah yang relevan dengan lembaganya atau nilai ketokohan maupun kepahlawanan. Bahkan, semakin menggilitik hati dan fikiran, kalau pemberian nama gedung kurang relevan dengan tugas fokok dan fungsi instansi pemilik gedung tersebut. Apalagi, nama yang digunakan potensi menimbulkan perbedaan pandangan dan sikap sebab dinilai dapat menuai keragaman bentuk, warna bahkan fungsi yang telah ditetapkan sebagai atribut atau identitas resmi lembaga.
Pertanyaannya. Apakah penamaan gedung Promoter di Polda Metro Jaya potensi memicu ketidak seragaman di kemudian hari ? Dari luar komplek Polda Metro Jaya, dibagian paling atas gedung tertera tulisan POLISI. Tetapi, saat berada di dalam komplek, bangunan tersebut adalah Gedung Promoter.
Bagi sebagian masyarakat, penyematan nama Gedung Promoter merupakan hak dan kewenangan Polri, tetapi akan lebih baik kalau nama mencerminkan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Polri. Atau nama yang memiliki nilai sejarah dan kepahlawanan yang dapat memberikan semangat bagi personil Polri. Masyarakat luas mengetahui Promoter sebagai singkatan Profesional,Moderen, Terpercaya yang dicanangkan menjadi program kerja Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Sejatinya, semangat perjuangan yang dikobarkan Irjen Firman Gani mewarnai pembangunan gedung tersebut. Saat itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Firman Gani dengan segala konsekuensi tetap melaksanakan pembangunan. Padahal, kritik pedas hingga tudingan beraroma tak sedap dari berbagai pihak terus menghantamnya.
Pembangunan gedung berlantai 23 di komplek Polda Metro Jaya dimulai pada 2004. Saat itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Firman Gani (kini almarhum) mengatakan, Polri akan menganggarkan biaya sebesar Rp 660,1 miliar untuk pembangunan gedung Detasemen Khusus (Densus) 88 anti terror di atas lahan seluas 14.500 meter.
Sayangnya, hingga pembangunan dilaksanakan, biaya yang digunakan untuk belum tercatat dalam APBN. Sontak, seluruh media massa menjadikan pembangunan gedung tersebut sebagai topik pemberitaan hingga di penghujung 2004.
Tetapi Kapolda Metro Jaya Irjen Firman Gani tetap melaksanakan pembangunan, dengan alasan sambil menunggu anggaran dari APBN, Polda Metro Jaya menggunakan dana sumbangan dari masyarakat yang tidak mau disebut identitasnya.
Pernyataan Firman Gani menuai kritik pedas berbagai pihak. Disusul merebaknya issu beraroma tak sedap, bahwa biaya pembangunan gedung Densus 88 anti teror berasal dari para bandar judi. Firman Gani semakin tersudut dengan pertanyaan wartawan, terkait penolakan mendadak Kapolri Jenderal Dai Bachtiar untuk hadir saat menggelar syukuran peletakan batu pertama di Polda Metro Jaya.
Pergantian Kapolri dari Jenderal Dai Bachtiar kepada Jenderal Sutanto tidak memberikan dampak terhadap kelanjutan pembangunan. Justru, proses pembangunan yang direncanakan selesai selama 18 bulan, semakin tidak jelas. Akhirnya, selama Jenderal Sutanto menduduki posisi nomor satu di Polri, pembangunan tak lagi berjalan dan akhirnya mangkrak hingga 14 tahun lamanya.
Pasca pergantian Kapolri dari Jenderal Sutanto kepada Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD), pembangunan mulai berjalan, setelah pemerintah menyetujui biaya pembangunan gedung Densus 88 anti teror Polda Metro Jaya dalam anggaran tahun jamak (multi years).
Hingga akhirnya, memasuki awal 2018 atau setelah 14 tahun pembangunan dimulai, Polri berkemas melakukan persiapan peresmian gedung dengan nama Gedung Promoter. Meskipun, nama Gedung Promoter kurang mencerminkan nilai-nilai sejarah Polri dan nilai ketokohan maupun kepahlawanan. Masyarakat berdoa dan berharap, Polri menjadi lembaga yang professional,modern, terpercaya. Sehingga Polri menjadi kebanggaan dan dicintai seluruh rakyat Indonesia. O Edison Siahaan