Sabtu, 21 April 2018 16:21:42

Sesungguhnya Siapakah Dewan Pers

Sesungguhnya Siapakah Dewan Pers

Beritabatavia.com - Berita tentang Sesungguhnya Siapakah Dewan Pers

Yosep Stanley Adi Prasetyo  adalah penulis yang produktif, karya tulisannya tersebar di berbagai media massa. Sebanyak 67 buku telah ditulis dan ...

Sesungguhnya Siapakah Dewan Pers Ist.
Beritabatavia.com - Yosep Stanley Adi Prasetyo  adalah penulis yang produktif, karya tulisannya tersebar di berbagai media massa. Sebanyak 67 buku telah ditulis dan dieditnya. Tercatat sederet posisi mentereng pernah dijabatnya dan salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Berdasarkan catatan, pria dipanggil Stanley secara resmi  menggeluti profesi wartawan hanya dalam kurun waktu 1990-1994 di majalah Jakarta-Jakarta.  Kemudian terpilih menjadi anggota Dewan Pers (DP) pada periode 2013-2016. Pada  kepengurusan periode 2016-2019 Yosep Stanley Adi Prasetyo terpilih menjadi ketua DP menggantikan Prof Bagir Manan.

Sungguh prestasi gemilang, Stanley sukses menggantikan posisi Prof Bagir Manan. Seiring dengan berjalannya waktu, Stanley selalu menggunakan kata ecek-ecek dan abal-abal. Sehingga menuai pertanyaan, apa sih maksud dan tujuannya ? Karena belum pernah diskusi secara langsung, tentu belum mendapat penjelasan dari Stanley. Saya berharap Stanley meluangkan waktu menjawabnya.
 
Dengan segala hormat dan permohonan maaf, saya memberanikan diri untuk menyampaikan terkait kata ecek-ecek dan abal-abal yang sering diucapkan dalam berbagai kesempatan kurang tepat.  Sekaligus potret kurangnya pemahaman relevansi kata itu dengan posisi yang melekat padanya.
 
Beberapa waktu lalu, terjadi pertikaian antara awak media kampus dengan mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri di Jakarta. Peristiwa tersebut disusul terjadi pengeroyokan dan penganiyaan, sehingga kasusnya dilaporkan ke pihak kepolisian dengan tuduhan melakukan tindak pidana melanggar Pasal 351 dan 170 KUHP.

Pasca pengaduan kasus itu, Dewan Pers diminta untuk memediasi agar peristiwa yang terjadi tidak berlanjut ke proses hukum. Sejumlah mahasiswa dan dosen berkumpul di gedung Dewan Pers untuk mengikuti mediasi. Stanley bertindak sebagai mediator, saat itu saya hadir karena kebetulan anak saya salah satu korban pengeroyokan dan penganiayaan.

Kalimat Stanley memukau. Namun beraroma penekanan agar kasusnya tidak berlanjut ke proses hukum. Saat itulah Stanley beberapa kali mengucapkan bahwa Pasal 351 dan Pasal 170 itu delik aduan dan kedua pasal itu adalah pasal ecek-ecek.
Karena tidak memiliki hak untuk bicara membuat saya diam. Tetapi setelah acara mediasi selesai, kepada para mahasiswa saya sampaikan sejak kapan Pasal 351 dan 170 KUHP menjadi delik aduan. Ancaman hukuman Pasal 170 KUHP lima tahun penjara dan ancaman hukuman Pasal 351 KUHP dua tahun penjara. Apakah itu patut disebut pasal ecek-ecek ?

Dapat dipahami, mengapa para mahasiswa itu tidak bereaksi, karena mereka bukan mahasiswa fakultas hukum. Tetapi saya kecewa,moderator dengan gaya yang menggebu dan meyakinkan memberikan penjelasan yang keliru. Semestinya urungkan niat memberikan penjelasan tentang sesuatu, apabila belum memahaminya.
 
Tetapi rasa kagum kembali hadir, setelah mendengar pernyataan Stanley yang tegas dan jelas terkait pembahasan rancangan Kitab Undang-undang hukum, Pidana (KUHP). Sebagai ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo  mengatakan, Pers tak perlu diatur-atur karena itu   mengekang hak kebebasan berkespresi dan mengancam demokrasi.

Semangat UU Pers tak menghukum wartawan karena pada dasarnya pekerjaan ini menjalankan kewajiban negara dalam rangka memenuhi hak atas informasi. Oleh karena itu pekerjaan wartawan harus dilindungi hukum. Serta merujuk Pasal 50 KUHP yang berbunyi barang siapa yang menjalankan amanat UU tidak boleh dipidana. Top…pernyataan Stanley menjadi vitamin penyemangat menjalankan profesi sebagai wartawan.

Kembali galau, disusul pernyataan Dewan Pers saat memberikan penjelasan sekaligus bantahan terkait pemberitaan sejumlah media tentang dugaan upaya perubahan tanggal Hari Pers Nasional (HPN) di gedung Dewan Pers, pada Jumat 20 September 2018. Berita itu bermula dari mosi tidak percaya sejumlah pengurus PWI daerah terhadap kepengurusan Dewan Pers, yang kemudian diberitakan sejumlah media.

Seperti yang dikutip media online Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan Berita tentang Dewan Pers  telah menyetujui perubahan tanggal HPN itu hoax. Tidak benar. Berita ditulis secara sepihak tanpa uji informasi bahkan konfirmasi ke Dewan Pers. Itu yang menulis juga media abal-abal, ujar Yosep Adi.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan arti kata abal-abal sama dengan ecek-ecek sama juga  palsu, tiruan, murahan. Biasanya digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak berkualitas.
 
Berdasarkan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers   mengamanatkan pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan yang berbadan hukum Indonesia. Kalau persyaratan itu sudah dipenuhi oleh media yang menulis berita tersebut, apakah layak disebut media abal-abal ? Lalu pernyataan ditujukan untuk siapa ?

Sebutan media abal-abal oleh ketua Dewan Pers adalah dampak gagal paham dan ketidakmampuan sehingga berupaya menghindar dari tanggungjawab. Jumlah media yang terus berkembang adalah fakta yang harus dioptimalkan untuk terus mampu bersaing. 

Seharusnya Dewan Pers tidak underestime terhadap media-media kecil, apalagi menyebutnya media abal-abal yang sangat menyakitkan. Para pengelola dan seluruh staf media itu adalah sosok pejuang yang ingin terus berkembang meskipun ditengah himpitan kelompok kapitalis media. Kendati pintu iklan tertutup sebagai sumber utama untuk kelangsungan operasional, tetapi mereka tak pernah tunduk pada keadaan. Secara bersama para pendiri media kecil itu membangun kehidupan medianya ke arah yang lebih baik. Dengan segala keterbatasan dan jauh dari kesejahteraan terus berjuang. Bagi mereka, kehadiran investor sesuatu yang sulit walaupun hanya dalam mimpi. Tetapi, seluruh kesulitan itu tak membuat semangat mereka luntur dan meninggalkan profesi jurnalist. Mereka adalah pejuang-pejuang sejati yang konsisten menjalankan profesinya dengan segala konsekuensinya.

Tak jarang diantara mereka adalah korban dari sepak terjang kapitalis media. Mereka tercampak dari gilasan roda bisnis media yang semakin tak kenal kebersamaan. Tetapi api semangat jurnalis mereka terus berkobar dan hadir walaupun memulainya dari kondisi yang serba terbatas. Mereka adalah anak-anak bangsa yang berjalan sendirian diatas seutas tali, menguji nyali dan mengasah kemampuan untuk terus berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa lewat profesinya sebagai journalist. Mereka adalah anak-anak bangsa yang berani dan berjuang untuk tidak hanya sebagai kuli para pemilik modal.
 
Pertanyaannya, apakah Dewan Pers melihat secara utuh kehadiran media-media yang disebut abal-abal itu ? Apakah Dewan Pers hadir ditengah kesulitan yang melanda perjalanan media mereka ? Apakah Dewan Pers sudah memfasilitasi media-media kecil agar berkembang dan berkualitas ? Mungkin  jarang dan sangat jarang bahkan jarang sekali, atau juga sudah pernah cuma pernah sekali.
 
Padahal, Pasal 15 UU no 44 tahun 1999 tentang pers disebutkan dalam upaya mengembangkan  kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional dibentuk Dewan Pers yang independen. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi melindungi kemerdekaan  pers dari campur tangan pihak lain. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers dan menetapkan serta mengawasi pelaksanaan kode etik Jurnalistik. Kemudian memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Selanjutnya mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah.Serta memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan  di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan dan mendata perusahaan pers.

Intinya, Dewan Pers yang mendapat sumber pembiayaan dari organisasi pers,perusahaan pers dan bantuan dari Negara dan bantuan lain yang tidak mengikat, harus hadir dan berperan untuk membangun media-media kecil. Bukan justru merasa seperti  bos media, dan tega bahkan tega bangat menyebut  media abal-abal. Sesungguhnya, siapakah dirimu wahai Dewan Pers ? O Edison Siahaan (dinyatakan lulus dan berhak memperoleh status sebagai anggota PWI pada 26 Nopember 1993) 

Berita Terpopuler
Berita Lainnya
Kamis, 29 Desember 2022
Sabtu, 19 November 2022
Rabu, 09 November 2022
Sabtu, 22 Oktober 2022
Minggu, 02 Oktober 2022
Minggu, 02 Oktober 2022
Selasa, 20 September 2022
Senin, 12 September 2022
Kamis, 01 September 2022
Rabu, 10 Agustus 2022
Kamis, 30 Juni 2022
Jumat, 10 Juni 2022