Beritabatavia.com -
Dalam cerita pewayangan, Antaboga, Bayu, Indra, dan Brahma, adalah empat dewa penguasa alam semesta yang sepakat menjatuhkan hukuman di negeri Dwarawati. Hukuman berupa bencana hebat, mengguncang dan merobohkan seluruh bangunan. Angin kencang disusul hujan lebat menimbulkan bah, mengepung dari semua penjuru. Api membakar dan meluluh lantakkan negeri Dwarawati yang dipimpin Kresna.
Pendalang mengisahkan, tindakan semena-mena dan kesombongan serta sikap merasa paling hebat dan berkuasa,sehingga lalai melaksanakan kewajibannya memimpin negeri Dwarawati. Sebagai alasan empat dewa penguasa alam semesta menjatuhkan hukuman di negeri Dwarawati yang dipimpin Kresna.
Bencana yang menerpa negeri Dwarawati, terjadi beberapa saat setelah Abimayu menantu Kresna mencaci maki dan meludahi Semar saat menyampaikan kritik dalam lirik lagu yang ditembangkannya saat pernikahan putri Kresna.
Kresna baru sadar atas kekhilafannya setelah mengungsi ke Amarta. Di wilayah pengungsian, Prabu Yudhistira meminta Kresna mencari Semar untuk meminta maaf.
Kisah tersebut menggambarkan pentingnya mawas diri dan segera meminta maaf atas kelalaian saat menjalankan tugas dan tanggungjawab yang diberikan.
Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Polri disebutkan fungsi kepolisian merupakan fungsi pemerintahan negara untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dan penegakan hukum serta memberikan perlindungan,pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Artinya, setiap insan Polri harus seperti peternak yang terus menerus memperhatikan keberadaan dan kesehatan serta kenyamanan ternaknya. Seluruh anggota Polri tidak boleh lalai menjalankan fungsinya memelihara Kamtibmas. Apalagi sebagai institusi, Polri memiliki satuan atau unit kerja dibidang pencegahan, bidang penindakan, penegakan hukum hingga pengaturan lalu lintas. Bahkan diberikan kewenangan yang lebih spesifik yaitu memanggil, memintai keterangan,menangkap hingga melakukan penahanan.
Sayangnya, dalam kasus pengeroyokan perwira TNI AL pada Senin 10 Desember 2018 di kawasan parkir Arundina Ciracas, Jakarta Timur. Polri dinilai kurang maksimal melaksanakan fungsi dan kewenangannya. Lalai melakukan upaya pencegahan, dan kurang cepat melaksanakan tindakan hukum terhadap pelaku pengeroyokan perwira TNI AL. Sehingga menuai aksi penyerbuan yang berujung pada pengrusakan dan pembakaran Polsek Metro Ciracas pada Selasa 11 Desember 2018 lalu. Peristiwa yang memakan korban luka dua anggota Polisi dan Kapolsek Metro Ciracas Kompol Agus Widar. Juga menimbulkan dampak luar biasa yang membuat rasa takut masyarakat.
Selain lalai memelihara Kamtibmas. Polri juga gagal memberikan perlindungan,pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat. Ditandai dengan aksi sekelompok orang yang melakukan penyerbuan dan pengrusakan rumah orang tua salah satu pelaku pengeroyokan perwira TNI AL.
Beredarnya foto para pelaku pengeroyokan perwira TNI AL dalam kondisi mengenaskan dengan wajah babak belur, penuh memar dan luka. Menuai tudingan Polri lalai memberikan perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat saat penegakan hukum. Karena penegakan hukum bukan upaya untuk melakukan aksi balas dendam. Maka, Polri harus menjamin, penegakan hukum tidak boleh diwarnai dengan tindakan kekerasan atau penyiksaan. Penegakan hukum bukan untuk memberikan sanksi mata bayar mata,kaki bayar kaki dan nyawa bayar nyawa.
Publik berharap, selain mengusut tuntas semua pihak yang terlibat dalam rangkaian terjadinya peristiwa di Polsek Metro Ciracas. Polri juga tidak boleh menghindar apalagi cuci tangan untuk melepas tanggungjawab dari fungsi yang diamanatkan UU nomor 2 tahun 2002 yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
Publik sangat menghargai dan memberikan apresiasi, apabila Polri mengakui kelalaiannya memelihara Kamtibmas. Kemudian legowo untuk meminta maaf kepada masyarakat. Sekaligus menjadikan peristiwa Ciracas sebagai introspeksi dan momentum untuk meningkatkan respon dan kemampuan Polri memelihara Kamtibmas.
Tetapi Polri tidak boleh galau, harus tetap optimis agar menjadi Polri Promoter yang dicintai rakyatnya. Pemimpin Polri harus terus mengasah kemampuan, pemahaman bahwa Polri merupakan kumpulan orang-orang baik untuk menjaga kehidupan. Disertai dengan upaya untuk meningkatkan pengetahuan berkomunikasi untuk mengajak masyarakat menjadikan Kamtibmas sebagai kebutuhan yang wajib diwujudkan bersama. Karena Kamtibmas dapat terpelihara, bila Polri didukung masyarakat yang sudah memiliki kesadaran hukum yang baik. Melaksanakan fungsi dan kewajiban dengan baik serta sungguh-sungguh akan terhindar dari hukuman seperti yang terjadi di negeri Dwarawati. O Edison Siahaan