Beritabatavia.com -
EKONOM Senior Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Aviliani, memprediksi pertumbuhan kredit domestik pada tahun 2020 belum terlalu moncer. Pada 2020, laju kredit masih lesu di level single digit atau di bawah 10 persen. “Saat ini pertumbuhan kredit domestik 8 persen. Ke depan di bawah double digit. Ini dipengaruhi beberapa hal,” papar Aviliani dalam keterangan resminya, Sabtu (21/12/2019).
Berkaca dari tahun ini, adanya fenomena penurunan suku bunga acuan tidak menjamin meningkatnya distribusi kredit produktif. Laju pertumbuhan kredit, tak terlampau bergerak membaik meski Bank Indonesia terus-terusan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7 DRR sebanyak empat kali dalam rentang Juli hingga Oktober 2019. Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi kredit lesu adalah tingginya Loan to Deposit Ratio atau LDR perbankan, ungkapnya.
Aviliani mengatakan performa LDR sejak 2018 terus melonjak. Bahkan, angka itu mencapai 94,3 persen pada kuartal III 2019. Lantaran tingginya LDR, perbankan cenderung selektif dalam memberikan kredit. Penyebab lain yang membuat kredit tak bergerak luwes ialah pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK perbankan yang stagnan.
Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya penerbitan obligasi pemerintah yang jor-joran sepanjang 2019. Penerbitan obligasi dengan bunga tinggi dari pemerintah menyebabkan aliran dana masuk ke perbankan melambat. "Pemerintah keluarkan obligasi dengan bunga lebih tinggi. Uang masuk ke pemerintah. Dengan begitu, pemerintah saingan dengan perbankan,” ujarnya.
Fenomena tersebut diakui membuat likuiditas bank menjadi ketat. Dalam posisi ini, Aviliani mengatakan bank mau tidak mau akan mengambil aksi mempertahankan suku bunga deposito tinggi untuk mendorong masuknya DPK. Namun, tingginya suku bunga deposito yang tinggi akan membuat suku bunga kredit sulit cair dalam waktu dekat.
Dari sisi bank, Aviliani mengimbuhkan perbankan akan selektif memberikan kredit lantaran ada potensi kredit macet alias NPL. Sejak awal 2019, NPL memang tercatat naik meski angkanya masih di bawah 5 persen. Meski begitu, bank mesti waspada menyalurkan kredit.
Kemudian, perbankan ditengarai menghadapi kondisi sulit karena dihadapkan dengan pesaing fintech. Kelahiran fintech menciptakan euforia baru di level masyarakat dan telah membentuk ekosistem tersendiri.
Perkembangan fintech juga makin moncer lantaran adanya kerja sama dengan e-commerce. Dengan begitu, Aviliani menyarankan beberapa solusi untuk meningkatkan kredit perbankan. Misalnya perlu ada stimulus APBN terhadap sektor-sektor produktif, termasuk mendorong penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR. 0 NIZ