Beritabatavia.com -
SELAMA 2019, jumlah penumpang pesawat diprediksi menurun 21,5 juta penumpang dan diperkirakan hanya mencapai 90,5 juta atau turun 18% jika dibandingkan dengan tahun 2018 yang mencapai 112 juta penumpang.
“Perjalanan 2019, situasi industri sedang mengalami turbulensi. Itu sudah terasa dari angkutan Natal 2018. Sampai akhir 2019 nanti, kita perkirakan ada penurunan penumpang 18% atau menjadi 90,5 juta orang,” papar Direktur Utama PT Angkasa Pura II (persero) Muhammad Awaluddin di Jakarta, seperti diunduh Antara, Senin (23/12/2019).
Penurunan jumlah penumpang itu terjadi di 16 bandara milik AP II. Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), hingga awal Desember 2019, baru mencatat jumlah penumpang sebesar 54,2 juta orang. Padahal, periode yang sama tahun lalu mencapai 65,6 juta orang. “Bandara Soetta itu salah satu bandara terpadat yang biasanya menyumbang jumlah penumpang total terbanyak jika dibandingkan dengan bandara lainnya,” tambahnya.
Penyebab penurunan karena pengaruh harga tiket mahal dan banyaknya infrastruktur transportasi lain yang sudah terbangun, yakni Tol Trans-Jawa dengan Tol Trans-Sumatra. “Di dalam industri penerbangan, tidak hanya satu penyebabnya. Di seluruh dunia pun pergerakan turun. Kita kena imbas karena adanya isu yang diembuskan terkait harga tiket dan bagasi berbayar,” katanya.
Padahal, sejak dahulu dalam penerbangan berbiaya murah (LCC), bagasi memang tidak termasuk komponen harga tiket. Juga daya beli masyarakat terpengaruh karena adanya tiket mahal dan bagasi berbayar itu. Faktor lainnya membaiknya infrastruktur transportasi lain, seperti tol terutama untuk penerbangan di wilayah Jawa. “Di Jawa, infrastruktur darat yang cukup membaik. Tol saat ini cukup tinggi. Di udara justru rendah. Di satu sisi kondisi memang bergerak,” katanya
Meskipun mengalami penurunan, Awaluddin menyatakan pihaknya tetap optimistis di tahun depan kondisinya akan menjadi lebih baik. Kejadian serupa pernah terjadi pada 2008 sehingga AP II sudah bisa mengantisipasinya. Pihaknya juga memaparkan AP II beserta BUMN sarana dan prasarana transportasi udara serta transportasi lainnya akan tergabung dalam satu klaster di bawah holding ekosistem pariwisata.
Pembagian klaster itu, lanjutnya, berdasarkan kebutuhan pada pengembangan ekosistem itu. Dalam pariwisata, dibutuhkan aksesibititas, amenitas, dan juga atraction sehingga dibentuklah klaster berdasarkan kebutuhan tersebut. "Kami sangat mendukung kebijakan Menteri BUMN. Dan, bicara ekosistem berarti bicara target yang lebih komprehensif dimulai dari rencana pembangunan, investasi, penataan kawasan, dan lain-lain," sambungnya. 0 ANO