Beritabatavia.com -
Perang masyarakat dunia untuk menghentikan penyebaran dan penularan virus corona atau covid-19 belum berhenti. Sebab virus covid-19 masih terus mengancam jiwa dan kesehatan serta memporakporandakan aktivitas dan perilaku manusia, menggembok roda ekonomi hingga kehilangan nilai tawar. Potret serupa juga terlihat dan terasa di Tanah Air, bahkan sangat jelas dan sungguh sangat jelas. Seperti cermin retak ada goresan ke seluruh penjuru yang potensi melukai bila dipegang oleh orang yang tidak berintegritas dan memiliki kompetensi serta sungguh-sungguh memahami letak geografis dan sosial budaya masyarakatnya.
Lambat merespon, kurang peduli dan cenderung tidak memahami atau sedang terbuai mimpi indah yang siap-siap ekonominya akan meroket hingga istana baru dan banyak lagi janji-janji yang membuat malu jika diungkit. Seperti jatuh cinta beribu rasanya, gelisah, lirik sana sini, GR , salah tingkah, gugup membuat konsentrasi buyar. Itulah deretan potret yang terlihat di kanvas besar bernama Indonesia saat awal virus corona atau covid-19 mulai merebak di daratan China tepatnya di kota Wuhan.
Sontak situasi berubah tegang menjadi potret lanjutan. Tiba-tiba menjadi gugup, gagap, setelah virus corona resmi tiba di Tanah air pada awal Maret 2020. Waktu terus berjalan, hari dan bulan pun berganti. Virus corona terus meranjak ke seluruh pelosok tanah air. Sebanyak 422 kota/kabupaten dikuasai, jumlah total warga yang terkonfirmasi positif virus covid-19 hingga Senin 8 Juni 2020 sebanyak 32.033 orang, sedang jumlah total yang meninggal akibat virus covid-19 sebanyak 1.883 orang. Situasi semakin tidak terkendali tak ada kepastian, ketakutan beredar dimana-mana, suasana mencekam,sementara virus terus mencari mangsa.
Sejumlah kebijakan dan upaya serta kerja keras pemerintah tak berarti apapun bagi virus corona. Membuat detak kegugupan dan kegagapan semakin kencang dan terus berlari tapi tak tentu arah karena terjepit didesak musuh. Kebijakan-kebijakan Pemerintah seperti kehilangan rasa dan arah tidak lagi menjadi solusi efektif dan parmanen. Statemen, kebijakan dan tindakan mulai tak senada dengan irama dan sulit dibaca karena jauh dari makna, bahkan selalu ditanya dari siapa untuk siapa semua itu. Ditambah perbekalan yang mulai menipis, sementara kilometer perjalanan masih jauh dan jauh entah dimana. Posisipun mulai berubah, seharusnya berada di depan untuk menghalau tetapi faktanya berlari mengejar hingga menyedot stamina, kelelahan dan akhirnya tertinggal jauh oleh virus. Kebijakan yang mulai lesu lantaran kehabisan energy, menggigil melihat vestival virus terus mengundang keramaian.
Ditengah kelelahan dan dengan tenaga yang tersisa serta segala kekurangan sempat berfikir. Dengan wajah agak pucat dan berusaha terlihat tegar lalu mengucapkan New Normal. Atau meminta dan mengajak semua warga berdamai dan hidup berdampingan dengan virus covid-19 dengan cara tetap displin melakukan protokol kesehatan. Warga bilang nyerah lempar handuk. Itulah hasil terakhir yang dapat diucapkan tetapi tak berdaya melakukannya.
Ketegangan perlahan mengendur, tetapi kecemasan semakin tinggi dan meluas. Sebab kapan saja dan dimana saja virus bisa hadir dan tanpa izin masuk ke tubuh. Virus melakukan kudeta dan merampas semua kedaulatan yang ada di negeri ini, mengabaikan kebijakan dan rambu-rambu hukum serta tatanan sosial budaya. Negara dan seluruh rakyatnya tak berdaya dan terpaksa berhenti melakukan aktivitas sosial di tempat umum dan tempat ibadah.
Meski berdiri, tetapi kehilangan kemampuan untuk menunjukkan kualitas sebagai mahluk paling sempurna, yang seharusnya mengucapkan sosial distancing dan physical distancil,cuci tangan, menggunakan masker bukan karena takut virus corona tetapi untuk menjaga kesehatan. Negara tak berdaya melindungi tumpah darah Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia dari serangan wabah virus corona atau covid-19. Justru terbiarkan, seluruh masyarakat hingga pimpinan tertinggi tunduk dan taat serta berjanji untuk membuka pintu perdamaian agar hidup berdampingan dengan virus covid-19. Tidak hanya itu, virus juga memaksa agar pemimpin pusat menghentikan perlawanan oleh beberapa kepala daerah bersama warganya yang terus berjuang dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang ada. Lalu siapa kita ? O Edison Siahaan