Beritabatavia.com -
Gerak cepat Polri menggulung 49 pelaku pungutan liar (Pungli) terhadap sopir truk kontainer di kawasan Unit Terminal Container (UTC)Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dinilai hanya respon sesaat tapi bukan solusi. Sebab, pasca penangkapan puluhan pelaku yang disebut preman dan juga karyawan serta operator crane Jakarta International Container Terminal (JICT) itu tidak membuat aktivitas di UTC pelabuhan Tanjungpriok menjadi kondusif.
Seorang importir mengatakan tindakan penangkapan itu justru menimbulkan masalah baru bahkan memperlambat proses angkut muat barang di UTC pelabuhan Tanjungpriok. Seperti video situasi kondisi UTC yang beredar luas di media sosial tentang terjadinya penumpukan angkutan karena tidak bisa muat kontainer. Akhirnya truk parkir berjam-jam untuk menunggu dan waktunya jauh lebih lama dari sebelumnya.
Importir lainnya mengatakan, penangkapan puluhan orang yang dituduh melakukan pungli itu tindakan emosional yang tidak mengerti dan memahami persoalan. Dia mengakui, sesaat tindakan tersebut terlihat hebat, sehingga tidak salah kalau ada komentar bahwa omongannya pak Jokowi ampuh.
"Tetapi apakah persoalan selesai setelah tukang pungli ditangkap, tidak, buktinya ritme aktivitas melambat dan tentu merugikan pengusaha dan dampaknya konsumen," kata importir yang menolak disebut namanya.
Dia meminta agar lebih dulu mengerti dan memahami apa yang yang terjadi di UTC pelabuhan Tanjungpriok, sehingga kebijakan atau perintah yang disampaikan efektif dan menjadi solusi parmanent.
Menurutnya, praktik pungli yang terjadi itu karena adanya kesempatan yang dibiarkan oleh pihak pelabuhan atau pihak yang bertanggungjawab untuk kelancaran angkutan barang dari pelabuhan. Misalnya, jumlah petugas sangat terbatas maupun alat serta operator yang mengurus peti kemas. Dampaknya terjadi penumpukan yang menimbulkan antrian.
Dia mencontohkan, ada seribu kontainer yang turun dari kapal, tetapi petugasnya hanya seratus orang. Sementara pemilik barang harus membayar biaya parkir kontainer sebesar Rp750 ribu perhari jika belum bisa keluar dari pelabuhan. Tentu importir lebih baik mengeluarkan uang Rp500 ribu supaya barang atau kontainernya bisa keluar.
" Seharusnya tutup dulu kesempatan itu dengan memenuhi kebutuhan penunjang aktivitas, barulah ada penindakan bila masih terjadi pungli," katanya.
Menurutnya, praktik pungli dan tindakan yang melanggar hukum lainnya yang terjadi di Pelabuhan karena ada kesempatan sebagai efek dari ketidaksiapan pengelola untuk melancarkan aktivitas di pelabuhan.
Sebelumnya, aksi libas dan tangkap itu bermula saat Presiden Jokowi menerima laporan dari sopir truk yang sering menjadi korban pemalakan. Presiden Jokowi langsung menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan memerintahkan untuk menangkap para pelaku premanisme dan pungli di pelabuhan Tanjungpriok.
Polri bergerak cepat dan menggulung 49 pelaku kasus pungutan liar (Pungli) terhadap sopir truk kontainer di kawasan Unit Terminal Container (UTC)Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Puluhan pelaku merupakan preman hingga karyawan dan operator crane Jakarta International Container Terminal (JICT).
Respon atau tindakan spontanitas Presiden Jokowi mendapat respon dari nitizen maupun masyarakat lainnya. Seperti musisi kondang Iwan Fals lewat akun twitternya menyebut " hemm enak juga jadi Jokowi, omongannya ampuh. Menurutnya menjadi presiden itu sangat enak, karena apa yang diucapkan menjadi pengaruh bagi banyak orang.
O son