Beritabatavia.com -
Jakarta – Rencana yang ditandatangani Presiden Jokowi untuk melarang penjualan rokok batangan atau rokok ketengan melalui Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 menuai pro dan kontra di berbagai kalangan.
Selain melarang penjualan produk tembakau dengan rokok per batang, Jokowi juga melarang iklan, promosi, atau sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi. “Pelarangan penjualan rokok batangan,” ucap Keppres tersebut.
“Pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi,” ujarnya menambahkan.
Tidak hanya itu, pemerintah juga berencana untuk memperbesar gambar serta tulisan peringatan pada bungkus rokok yang diedarkan di Indonesia. “Penambahan luas presentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau,” kata Keppres tersebut.
Kesehatan Rakyat Presiden Jokowi mengatakan larangan pedagang menjual rokok batangan mulai tahun 2023 itu ditempuh demi menjaga kesehatan masyarakat Indonesia. “Itu kan untuk menjaga kesehatan masyarakat kita semuanya,” katanya.
“Di beberapa negara justru sudah dilarang tidak boleh. Kita kan masih, tapi untuk yang batangan tidak,” tutur Jokowi menambahkan.
Rokok dan Kalangan Bawah: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menuturkan konsumsi rokok masyarakat miskin justru jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi kebutuhan pokok.
Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk menaikkan cukai rokok dengan berbagai pertimbangan, salah satunya permasalahan tersebut. “Dengan mempertimbangkan, pertama, bahwa untuk menurunkan prevalensi anak-anak yang merokok untuk menuju kepada target RPJM yaitu 8,7 persen,” ucap Sri Mulyani.
“Yang kedua, mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan,” katanya.
“Dan ini adalah kedua tertinggi sesudah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam serta tahu serta tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” tuturnya menambahkan.
Selain itu, rokok juga telah ditetapkan sebagai salah satu risiko peningkatan stunting dan kematian, sehingga dengan kenaikan cukai ini masyarakat bisa mengurangi konsumsinya. “Juga diketahui bahwa rokok telah menjadi salah satu resiko untuk meningkatkan resiko stunting dan juga kematian,” ujar Sri Mulyani.
Nasib Pedagang Corporate Secretary PT Sukun Deka Hendratmanto mengatakan pengusaha besar di bidang rokok tidak terlalu terpengaruh oleh peraturan tersebut.
Hal itu adalah karena selama ini penjualan rokok batangan hanya terjadi di warung-warung kecil, karena adanya kebutuhan riil masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas. Deka Hendratmanto pun mempertanyakan upaya penegakan hukum oleh pemerintah terhadap aturan tersebut yang terkesan jauh lebih penting daripada mengurusi pedagang kecil yang masih berupaya bangkit dari pandemi.
Melarang penjualan rokok ketengan sama halnya dengan memaksa rakyat mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli bukan berdasarkan kebutuhan riilnya dan jelas-jelas melebihi kemampuan ekonomi hariannya. (*)