Senin, 06 Februari 2012 12:13:30
Sistim Pilkada Potensi Timbulkan Bencana
Sistim Pilkada Potensi Timbulkan Bencana
Beritabatavia.com - Berita tentang Sistim Pilkada Potensi Timbulkan Bencana
Sebelum reformasi, "bukan sembarang orang" dapat mencalonkan atau dicalonkan sebagai kandidat kepala daerah. Tetapi, hanya mereka yang direstui ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Sebelum reformasi, bukan sembarang orang dapat mencalonkan atau dicalonkan sebagai kandidat kepala daerah. Tetapi, hanya mereka yang direstui oleh penguasa saja yang berkesempatan mencalonkan diri. Tanpa restu itu, maka seseorang boleh berangan-angan saja menjadi penguasa disuatu daerah. sehingga kondisinya bukan hanya tidak demokratis tetapi juga sangat diskriminatif.
Atas dasar gugatan rakyat, negara kemudian harus mengalah. Mandat untuk memilih yang tadinya ada pada para anggota Dewan diambil dan diserahkan kepada rakyat. Demokrasi kita berubah menjadi demokrasi dengan pemilihan secara langsung.
Maka, sejak reformasi sistim pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilaksanakan secara langsung. Sehingga, proses Pilkada langsung itu menjadi agenda rutin dalam praktik demokrasi di negeri ini. Anehnya, sejumlah kendala yang kerap memicu terjadinya permasalahan dalam proses Pilkada, hingga kini masih belum teratasi.
Jika tidak diantisipasi atau terus dibiarkan, maka kendala itu bisa berubah menjadi bencana.Sedikitnya, ada empat permasalahan yang potensi memicu terjadinya bencana. Pertama adalah masalah daftar pemilih tetap (DPT),kemudian syarat pencalonan, dan pelaksanaan kampanye serta perhitungan perolehan suara.
Namun, praktik money politic tidak kalah beratnya. Seperti disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, money politic akan terus terjadi jika sistem pemilihan kepala daerah saat ini tidak diubah. Money politic menjadi persoalan klasik dalam sejumlah gugatan terkait Pilkada . Kalau sistimnya masih seperti ini money politic tidak akan bisa dihindari, tegas Mahfud.
Money politic dibedakan berdasar asal uang yang digunakan. Ada money politic yang bersumber uang sendiri, ada pula yang merampok uang negara. Yang paling parah money politic itu mencuri uang negara. Itu yang banyak terbukti di MK. Jadi uang APBD itu digunakan untuk kepentingan pilkada.
Selain persoalan uang, sistem Pilkada saat ini juga mengandung kelemahan lain, yaitu diskriminasi promosi. Misalkan pegawai yang tidak mendukung calon incumbent dipecat. Kalau mendukung incumbent, tapi incumbentnya kalah, dia dipecat lagi oleh yang menang. Itu kasihan. Kita perlu memikirkan sistem yang lebih baik.
Modus kecurangan Pilkada selalu meningkat kreativitasnya dari waktu ke waktu. Pertama, kecurangan Pilkada yang hanya melibatkan kontestan atau orang yang bertarung. Misalnya calon perorangan yang memenuhi syarat dan kartu tanda penduduknya lengkap, ternyata KTP-nya mengambil dari bank, bukan dari dukungan dari yang bersangkutan.
Untuk jadi nasabah bank kan harus menyerahkan KTP. Nah itu diambil semua, dipinjam ke bank, dibayar, lalu dianggap sebagai pendukung.
Kedua, melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU memaksakan orang yang tidak memenuhi syarat diikutkan dalam Pilkada atau yang memenuhi syarat dicoret. Kalau memenuhi syarat dicoret kan tidak boleh berperkara ke MK karena tidak pernah menjadi peserta. Itu kecurangan model baru.
Ketiga, melibatkan pemerintah daerah. Anggaran pemilu kalau tidak menguntungkan, Pemda tidak akan mencairkan anggarannya, sehingga Pilkada tidak terlaksana.
Seharusnya, semua pihak sudah mesti memikirkan bagaimana mengatasi hal-hal seperti ini agar tidak terjadi akal-akalan dalam proses Pilkada.
Saat ini Mahkamah Konstitusi sudah membatalkan 45 Pilkada karena curang. Lalu apa yang tidak batal itu tidak curang? Curang juga tetapi tidak signifikan misalnya money politics dan jika terbukti maka MK meminta polisi menghukum yang bersangkutan.
Implementasi di lapangan dalam pelaksanaan Pilkada masih menunjukkan adanya fenomena yang merusak citra Pemilukada itu sendiri. Fenomena-fenomena itu seperti money politics, ketidaknetralan aparatur dan penyelenggara, kecurangan berupa pelanggaran kampanye dan penggelembungan suara, serta penyampaian pesan-pesan politik yang bernuansa sektarian yang berujung pada retaknya bingkai harmonisasi kehidupan masyarakat.
Kesimpulannya adalah money politics akan terus terjadi jika sistem Pilkada saat ini tidak diubah.0 ryn/son