Beritabatavia.com -
Ditengah kerja keras Polri untuk memaksimalkan penanganan wabah virus corona atau covid-19 yang melanda Tanah Air, mendadak kabar buruk merebak. Peristiwa itu sekaligus menjadi ujian terhadap pelaksanaan penegakan hukum, akibat keterlibatan oknum aparat yang menerbitkan surat jalan untuk memuluskan perjalanan buronan kelas kakap Djoko Tjandra. Kapolri Jenderal Idham Aziz bergerak cepat dan tegas langsung mencopot tiga jenderal dari jabatannya yang terkait kasus Djoko Tjandra.
Pengamat kepolisian, Irjen purnawirawan Sisno Adiwinoto langsung memberikan apresiasi kepada Kapolri Jenderal Idham Aziz yang juga juniornya. Sekaligus penyesalan mendalam atas kasus tersebut.
Menurut Sisno, penegakkan hukum yang baik, benar dan adil dapat diwujudkan apabila hukum atau ketentuan perundang-undangannya baik,aparat penegak hukumnya ( polisi, jaksa, hakim dan advokat – nya) baik dan profesional, budaya kepatuhan dan ketaatan atau ketahanan hukum masyarakat secara indidividu maupun lembaganya tinggi. Maka, perlu kita berikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada semua aparat penegak hukum dan masyarakat yang mengambil langkah dan tindakan baik dan benar dalam rangka penegakkan hukum demi tegaknya hukum di negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
Mantan Kapolda Sulsel dan Sumsel itu mengakui, saat ini sedang terjadi ujian terhadap pelaksanaan penegakan hukum akibat ulah oknum aparat yang tidak bertanggung jawab. Kita harus mendukung proses penindakan terhadap oknum aparat yang saat ini sedang berjalan. Hendaknya tidak disertai dengan polemik, fitnah dan ghibah juga pendeskreditan kepercayaan, kewibawaan dan kredibilitas aparat secara terbuka dan terus menerus.
Sisno Adiwinoto menyebut, seperti komentar dan tuduhan yang disampaikan Neta Pane dari IPW sangat berlebihan, tidak proporsional dan cenderung tendensius. Seharusnya sebagai Police Watch, Neta Pane memahami tentang Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur (PPOP) atau Organisasi Tata cara Kerja Kepolisian (OTK) dan manajemen kepolisian, maupun tentang Delegasi Kewenangan (Delegation Authority), Rantai Komando (Chain of Command) dan Rentang Kendali (Span of Control) serta pemahaman teori tentang Kekuasaan dan Kewenangan (Power and Authority) yang dimiliki kepolisian.
Alumni AKPOL 1975 ini mengatakan, tuduhan terhadap Polri adalah keliru besar,karena kesalahan itu dilakukan oleh oknum. Surat yang dibuat oleh Brigjen PU akan terbukti surat palsu (aspal) karena berisi tentang keadaan palsu terkait penyebutan Djoko Tjandra (DT) sebagai Konsultan yang tidak pernah ada surat keputusan pengangkatan DT sebagai konsultan dan dalam proses pembuatannya tanpa dasar serta tidak ada otentifikasi.
Sisno menyayangkan statemen Neta yang meminta Kapolri mundur dan Kabareskrim Polri dicopot bahkan ikut menyandera Presiden Jokowi untuk menindak tegas institusi kepolisian RI. Pernyataan itu potensi mengundang kerawanan nasional tanpa mengedepankan Azas Praduga Tak Bersalah (presumption of innocent).
Seharusnya, Sisno menegaskan, Polri menjawab tudingan Neta yang sengaja merusak lembaga Polri dengan tuduhan yang tidak benar. Hal ini dapat membuka peluang bagi para pihak yang biasa mengail di air keruh mendapatkan kesempatan besar untuk menggoyang legitimasi pemerintah yang sah dan dapat menggiring opini publik sehingga berkembang menjadi area konflik politik yang akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah khususnya Polri.
"Instansi kepolisian berpotensi kehilangan legitimasi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai salah satu lembaga penegak hukum dan mengawal serta menjaga keamanan nasional," tegas Sisno.
Foto : Irjen purnawirawan sisno Adiwinoto
IPW sudah tidak proposional dan tidak objektif dalam menganalisis kasus ini. Badan Nasional Standarisasi Profesi (BNSP) semestinya melakukan audit standarisasi profesi kepada IPW sehingga memiliki standar analisis yang mempunyai bobot proporsional dan professional serta bisa mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang bukan hanya memperbesar masalah tetapi memberikan solusi pemecahan terhadap masalah yang ada.
IPW juga terlalu melebih-lebihkan masalah yang sebenarnya merupakan ranah etika dan kesalahan administrasi untuk kemudian dikampanyekan secara politis menjadi permufakatan jahat para petinggi kepolisian.
"Semua tuduhan tersebut sangat keji, tanpa fakta yang dapat dipertanggungjawabkan dan berpotensi merusak kondisi keamanan Indonesia yang selama ini sudah sangat kondusif," tegasnya.
Tuduhan permufakatan jahat terhadap para petinggi Polri dalam kasus pemberian surat jalan yang dibuat oleh oknum aparat untuk Djoko Tjandra ke Kalimantan Barat, terlalu sarat muatan politisnya karena secara normatif surat jalan tersebut tidak bisa serta merta menjadi bukti yang sah untuk menuding institusi Polri melakukan permufakatan jahat dalam bentuk konspirasi tanpa dibuktikan melalui hasil penyelidikan dan penyidikan yang sah.
"Tuduhan Neta sangat serius, tetapi tidak cukup bukti, dan berpotensi memicu kebencian masyarakat yang dapat menimbulkan ancaman gangguan keamanan yang signifikan karena menurunnya kepercayaan masyarakat kepada Polri," ujarnya.
Publik belum mengetahui tentang keaslian dan kebenaran surat Neta kepada Polri yang dituduh memberikan “karpet merah” pada koruptor kakap Djoko Tjandra dan dengan vulgarnya seolah-olah menjustifikasi kasus yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum ini sebagai kasus yang melibatkan lembaga Polri secara keseluruhan.
Disebut, Neta hanya menunjukan surat jalan tersebut tetapi tidak menunjukan secara lengkap dan terbuka bagaimana kaitan dan indikasi terjadinya permufakatan jahat yang dilakukan oleh oknum Perwira Polri. Dia meminta, Satgas Polri bekerja keras untuk mengungkap kasus ini secara tuntas dan memproses semua oknum-oknum aparat penegak hukum yang terlibat.
Menurut Sisno, Neta sangat jelas telah membangun narasi yang tidak lengkap, bukti awal yang belum diverifikasi, dan dengan data yang masih mentah, tetapi langsung membangun opini publik bahwa telah terjadi permufakatan jahat oleh Polri secara kelembagaan karena tuduhannya melibatkan petinggi-petinggi Polri sebagai atasan para oknum Polri yang terlibat. Ini sebagai salah satu akibat kurangnya pengetahuan terhadap PPOP, OTK dan manajemen kepolisian.
Bahkan tidak saja menuduh institusi Polri, tetapi juga institusi negara yang lain, seperti kejaksaan, imigrasi kemenkumham dan dukcapil kemendagri telah melakukan konspirasi jahat.
Foto : Sisno Adiwinoto
Narasi opini publik yang dibangun secara tendensius oleh Neta hanya bertopang pada bukti surat jalan, surat keterangan dari dokkes tentang bebas covid-19 dan foto selfie. Hal ini merupakan tuduhan bagi institusi negara yang memiliki akibat hukum yang sangat serius serta harus dipertanggung jawabkan apabila tuduhannya tidak dapat dibuktikan secara hukum.
"Tuduhan ini sangat tendensius, spekulatif, tidak didukung bukti yang kuat yang sudah diverifikasi, sangat liar, menggeneralisasi suatu perbuatan yang hanya dilakukan oleh oknum menjadi tuduhan yang sepertinya dilakukan oleh institusi, " tegas Sisno Adiwinoto.
Apa yang dilakukan Neta dan IPW melalui pernyataan terbuka kepada publik sangat berpotensi mendelegitimasikan kredibilitas lembaga Polri dan menurunkan moral anggota polri secara umum.
Agar marwah institusi kepolisian tidak dirusak lebih jauh oleh tuduhan seperti ini, semestinya pimpinan Polri perlu mengambil langkah pro-aktif melakukan investigasi internal dan juga melakukan klarifikasi sekaligus mengambil langkah hukum apabila terbukti melakukan suatu rekayasa politis yang serius kepada personil dan lembaga Polri.
O son