Maaf Ya Nak

Beritabatavia.com - Beberapa pekan terakhir negeri ini dihebohkan soal rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dari hari ke hari di televisi, media cetak, internet soal kenaikan harga BBM menjadi topik utama.

Para pakar, pejabat pemerintah bahkan siapa saja tampil dan bicara menyampaikan teori-teori, hitung-hitungan serta data-data untuk mencari pembenaran apakah harga BBM naik atau turun. Semua pembicara berlomba bahkan ngotot untuk menyatakan 'saya yang benar'.

Sementara para pakar, anggota DPR,pejabat pemerintah dan para petinggi negara ini, tidak pernah berfikir bahwa disudut negeri ini ada jutaan anak bangsa yang belum paham alasan harga BBM naik. Apalagi, mereka tidak mendapatkan kehidupan yang lebih layak jika harga BBM naik. Mereka hanya tahu, bahwa hasil bumi negerinya ditambang dan dijual oleh para penyelengara negara ini.

Jutaan rakyat miskin itu tak pernah berfikir soal harga BBM. Mereka hanya berfikir harga beras dan sembilan bahan pokok mengapa terus naik. Apalagi, penderitaan jutaan rakyat miskin semakin bertambah, sebab, jauh sebelum harga BBM ditetapkan, harga sayur, harga tempe, tahu dan harga-harga kebutuhan kaum miskin sudah lebih dulu naik. Mereka menjerit, semua harga naik, kecuali harga diri turun drastis.

Padahal, para pendahulu kita memiliki cita-cita untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, saat merebut kemerdekan dari tangan penjajah. Sehingga mereka sepakat untuk memanfaatkan  tanah, air dan seluruh isinya demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Namun,apa yang tersisa bagi seorang Ayah setelah 67 tahun Indonesia merdeka ? Sang Ayah menyesal saat melihat anaknya memegang perut, karena baru makan sekali sehari. Sehingga, berfikir lebih baik melakukan kejahatan dari pada malu hati melihat anak kurang makan.

Apalagi dia percaya, kondisinya akan lebih baik, jika ditangkap polisi karena melakukan kejahatan. Kemudian mengucapkan Maaf nak, bapak berbuat jahat karena menyayangi mu. Lalu untuk apa Indonesia Merdeka ? 0 edison siahaan