Beritabatavia.com -
Di era saat ini,nyaris tidak ada bahkan mustahil ada produk budaya yang bisa populer sendiri secara alamiah atau apa adanya.Semua harus dikemas,dimobilisasi dan dimarketkan. Negara yang kuat diawali dengan kemampuan memberdayakan identitas budayanya sendiri. Sebab kekayaan budaya akan menjadi sumber nilai tambah,bila ada perhatian dan kemampuan memberdayakan budayanya. Sebaliknya, budaya potensi menimbulkan kerugian dan kekacauan bahkan malapetaka,bila keliru memahami budaya.
Kecerdasan Korea Selatan (Korsel) memberdayakan kultur budaya telah menghantarkan negeri Ginseng itu berada di kumpulan negara -negara sukses yang siap menghadapi masa depan.Selain mengkampanyekan kultur budayanya ke seluruh dunia,Korsel juga menerapkan kultur budaya bagian dari diplomasi resmi kenegaraan dan pemerintahan. Bahkan, strategi pertumbuhan ekonomi pun disusun dengan pemberdayaan budaya nasional.
Korsel optimis membangun dan membumikan budaya tidak hanya untuk kepentingan produk budaya semata,tetapi akan mendorong kemajuan berbagai sektor seperti perekonomian dan industri. Bila produk budaya seperti musik, drama, film, disukai, akan memberikan efek pada industrinya. Pemerintah Korsel juga melibatkan perusahaan besar seperti Samsung dan Hyundai ikut berperan aktif mengkampanyekan budaya Korea Selatan.
Kebijakan dan kepiawaian Korsel mengemas dan memarketkan menjadi strategi jitu menghantarkan budayanya hingga ke level Internasional.Seperti musik Boyband yang digandrungi kaum milenial dunia karena dianggap sebagai The Beatles masa kini.Begitu juga film 'Parasite' film Korea Selatan menjadi film terbaik Oscar tahun 2020. Kemudian diadaptasi menjadi drama Korea Selatan yang menjadi tontonan mendunia yang paling disukai.
Kapan kita membumikan budaya Indonesia. Saatnya kebijakan pemerintah bernilai budaya pada semua sektor.Terutama sektor yang menjadi perioritas dan mendesak seperti masalah lalu lintas yang tak kunjung ada solusi. Sebab saat ini, lalu lintas dan angkutan jalan kita khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, sudah berada dalam kondisi 'gawat darurat'.Lalu lintas kita masih semraut,memicu stres, mencemaskan, melelahkan bahkan mengerikan.
Padahal undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyebut lalu lintas berperan penting dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya mewujudkan kesejahteraan umum. Lalu lintas juga sebagai urat nadi kehidupan, cermin budaya bangsa dan potret modren bangsa bahkan dijadikan life style. Namun, keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalulintas (Kamseltibcarlantas) belum hadir sempurna.
Beberapa penelitian menyebutkan, pemicu carut marut dan kesemrautan lalu lintas di dominasi perilaku tidak tertib dan masih minim pemahaman tentang keselamatan berlalu lintas dan dampaknya.
Sayangnya, upaya yang berorientasi penindakan untuk meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas tidak menjadi solusi efektif apalagi parmanent. Meski operasi Simpatik, Patuh dan Zebra yang digelar bertahun-tahun,belum memberikan dampak signifikan terhadap upaya membangun kesadaran tertib lalu lintas.Upaya penindakan dengan sanksi denda,tetap menjadi pilihan. Hingga tahun berganti,tak ada evaluasi,kondisi lalu lintas tetap diwarnai kesemrautan yang mencemaskan.
Masalah lalu lintas seperti tak punya solusi.Jumlah pelanggaran terus bertambah,kualitas dan kuantitas penindakan juga ditingkatkan.Seperti menggelar tanding adu cepat antara pelanggaran dengan penindakan.Beragam masalah lalu lintas dari hulu hingga ke hilir seperti peluang mendulang uang dengan cara legal. Pertanyaannya,apakah kesemrautaan lalu lintas disengaja lalu dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor denda tilang dan restribusi ?
Saatnya Pemerintah mengemas budaya menjadi konsep dasar untuk membangun kesadaran tertib berlalu lintas dan memastikan terwujudnya Kamseltibcarlantas.Serta kebijakan menggunakan dana denda tilang yang jumlahnya ratusan miliar per tahun untuk membudayakan tertib belalu lintas. Berdasarkan data pusat informasi kriminal nasional (Pusiknas),pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor denda tilang periode 2019 mencapai angka sebesar Rp 1.774.816.629.198 sedang periode 2020 sebesar Rp 1.409.800.860.500 dan pada periode 2021 sebesar Rp 639.577.960.260. Sedangkan pada semester pertama 2022 denda tilang tercatat sebesar Rp 979.224.703.100.
Kemudian melembagakan budaya tertib harus dilakukan secara serentak dengan penguatan sistim dan kebijakan seperti ganjil genap, eTLE, ERP maupun moratorium berjangka penjualan kendaraan bermotor.Serta penegakan hukum yang konsisten dan tegas tanpa harus menggelar operasi-operasi lalu lintas.
Komitmen Pemerintah mewujudkan tertib berlalu lintas dan Kamseltibcarlantas hendaknya didukung seluruh stockholder serta masyarakat.Pemerintah juga harus memastikan para produsen otomotif ikut serta melakukan kampanye dan sosialisasi membudayakan tertib berlalu lintas. Bentuk tanggungjawab sosial para produsen otomotif juga dapat dilakukan lewat pendidikan budaya tertib berlalu lintas maupun aktivitas budaya lainnya.
Membangun budaya yang menumbuhkan kesadaran untuk menjadikan tertib berlalu lintas sebagai kebutuhan,adalah upaya mewujudkan keselamatan.Komitmen dan konsistensi pemerintah mewujudkan Kamseltibcarlantas harus dibuktikan dengan menerapkan tertib dan keselamatan lalu lintas menjadi mata pelajaran pendidikan nasional di tingkat SD atau SMP.
0 Edison Siahaan / ketua Indonesia Traffic Watch (ITW)