Minggu, 03 November 2013 16:39:47
Pemimpin
Pemimpin
Beritabatavia.com - Berita tentang Pemimpin
Konstitusi sudah mengakomodir semua praktik untuk mewujudkan supremasi hukum. Semua aturan telah disusun secara komprehensif agar semua orang ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Konstitusi sudah mengakomodir semua praktik untuk mewujudkan supremasi hukum. Semua aturan telah disusun secara komprehensif agar semua orang mendapat perlakuan yang sama dihadapan hukum (equality before the Law).
Persoalannya adalah, semangat penyelenggaraan saat ini belum sepenuhnya mendukung cita-cita penegakkan hukum yang ada. Akhirnya masyarakat kurang kurang mempercayai keseriusan penyelenggara negara dalam membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Agar perangkat peraturan perundang-undangan berjalan semestinya, dibutuhkan sosok pemimpin yang berkarakter dan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara dalam menegakkan supremasi hukum. Sekaligus untuk menghindari terulangnya malapetaka hukum sebagai kompromi penguasa dalam mempertahankan hegemoni kekuasaannya seperti masa sebelum reformasi.
Tentu seorang pemimpin harus mampu melakukan pembenahan internal secara simultan.Pembenahan internal yang dimaksud adalah berupaya secara keras untuk mewujudkan good governance.
Energy kita terkuras mempersoalkan kasus korupsi yang tak kunjung usai. Bahkan sekitar 300 orang kepala daerah harus berhubungan dengan persoalan hukum karena korupsi. Apalagi, praktik korupsi juga merambah hingga ke lembaga legislatif dan yudikatif. Mereka menggunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri, bukan untuk kepentingan rakyat banyak.
Para penyelenggara negara menjadi pribadi yang rakus dan tidak pernah kenyang memakan uang rakyat. Maka ada benarnya tudingan tokoh pendidikan Prof Arif Rachman bahwa para pemimpin bangsa ini telah memelesetkan sila ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ menjadi ‘Keuangan yang Maha Kuasa’. Bagi mereka, uang menjadi segala-galanya dan kekuasaan itu digunakan untuk mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya.
Kekuasaan dianggap sebagai pekerjaan biasa. Kekuasaan bukan dilihat sebagai pengabdian dan amanah. Akibatnya, setiap biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kekuasaan, dianggap sebagai investasi yang harus dikembalikan.
Kita sedih melihat potret pemimpin yang mengeluhkan soal gaji dan fasilitas di depan umum.Itu menunjukkan bahwa pemimpin kita itu masih membutuhkan pamrih. Dia menganggap menjadi pemimpin adalah pekerjaan yang harus diberikan imbalan.
Padahal seorang pemimpin itu orientasinya seharusnya memberi. Seorang pemimpin seharusnya tidak lagi membutuhkan pencitraan. Karena seorang pemimpin sudah merasa puas, jika kehidupan rakyatnya menjadi lebih baik.
Sebagai bangsa, kita miskin pemimpin yang bisa menjadi tauladan. Kebanyakan pemimpin kita masih pada tingkatan memenuhi kebutuhan badannya. Akibatnya, harta seakan menjadi sesuatu yang paling penting. Mereka lupa bahwa kehormatan juga tidak kalah nilainya dari kekayaan. Seharusnya pemimpin berani seperti lilin, dengan tulus menerangi orang lain, meskipun harus meleleh.O Edison Siahaan