Minggu, 24 Mei 2015 10:16:15
Jahatnya Hukum Sosial
Jahatnya Hukum Sosial
Beritabatavia.com - Berita tentang Jahatnya Hukum Sosial
Pada masa lampau orang yang dianggap sebagai penjahat dan tidak loyal kepada penguasa akan dikucilkan atau diusir dari kota maupun dari ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Pada masa lampau orang yang dianggap sebagai penjahat dan tidak loyal kepada penguasa akan dikucilkan atau diusir dari kota maupun dari komunitasnya. Orang-orang yang dihukum sacara sosial sejak jaman dahulu akan mengalami penderitaan fisik, psikis bahkan bisa kehilangan jiwanya.
Hukuman sosial merupakan tekanan dan menjadi beban bagaimana seseorang tidak mampu lagi bekerja dengan maksimal karena terhambat dan tertekan. Dalam bahasa jawa dikenal nyrimpet-nyirempeti. Tekanan-tekanan yang diberikan bervariasi tergantung tingkatan, pengaruh dan dampak, penguasaan sumber daya dan kewenangannya.
Semakin tinggi tekanan, semakin berat, semakin kompleks dan semakin rumit. Sayangnya sistem solidaritas sosial tidak banyak dibangun, jadi siapa kuat dia yang bisa menekan atau memaksakan, bahkan mengancam. Tak jarang malah menabur janji-janji dan tawaran kenikmatan duniawi.
Tekanan-tekanan memang nyrimpet-nyirempeti, sebenarnya hakekatnya yang disripeti, yang ditekan adalah hal-hal yang berkaitan dengan potensi konflik yaitu sumber daya. UUD ujung-ujungnya duit, cara-caranya KKN dan banyak anekdot-anekdot muncul dalam negara-negara yang solidaritas sosialnya lemah atau bahkan tidak ada.
Di era globalisasi, hukuman sosial masih sama kejamnya, karena sama-sama berdampak pada penderitaan fisik, psikis maupun kematian karakternya. Padahal, hukum sosial belum tentu benar, tetapi tatkala sudah menjadi opini dan menjadi keyakinan publik maka semua dianggap benar atau sebagai kebenaran.
Tak jarang semua ikut nimbrung dan membuat pembenaran-pembenaran sesuai versinya. Hukum diopinikan dan dihembuskan dengan nafas kebencian dan menjadi sesuatu issue yang terus membahana dan merambah ke semua lini. Di era digital media sangat berperan terutama media sosial apa saja yang dikatakan tak ada yang bisa melarang.
Etika hukum dan kemanusiaan diabaikan bahkan dimatikan sekalian. Bully membuli dan membeberkan aib orang bagai sebuah ladang pembantaian sosial. Keburukan menjadi lahan dan rejeki yang dikais dengan kebencian.
Dimana keadilan ? Tentu tidak ada lagi tempatnya. Yang ada hanya saling salah menyalahkan tanpa mampu belajar dari kesalahan. Provokatif, kebebasan menjadi spiritualitas penghakiman sosial. Tanpa pembuktian, cukup hanya dengan katanya atau kata orang jadilah pengadilan.
Keadilan semestinya tetap ada, jaminan dan perlindungan HAM terus digelorakan agar tidak lagi terjadi suara terbanyak menjadi suara kebenaran. Bukan jaman asu gede menang kerahe.
Media pun bisa saja tidak berani membela tatkala bullyan sang mafia berkumandang. Solidaritas sosial langkah menangkis tekanan para mafia dan sebagi penguat kaum idealis untuk terus eksis tumbuh dan berkembang.
Melawan tekanan tidaklah mudah, perlu nyali, dukungan dan kompetensi. Mengatasi tekanan memerlukan sistem-sistem teknologi dan berbagai komitmen, serta menempatkan orang-orang yang berkarakter. Semakin kuat sistem-sistem solidaritas sosial akan terus menggerus kekuasaan sang mafia. O Kombes DR CDL