Selasa, 15 Maret 2016 10:35:34
Hukum di Tangan Polri
Hukum di Tangan Polri
Beritabatavia.com - Berita tentang Hukum di Tangan Polri
Idealnya, aparat penegak hukum harus mengkramatkan kalimat Fiat Justitia Ruat Caelum atau Hukum Harus Ditegakkan Walau Langit Runtuh karena itulah ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Idealnya, aparat penegak hukum harus mengkramatkan kalimat Fiat Justitia Ruat Caelum atau Hukum Harus Ditegakkan Walau Langit Runtuh karena itulah landasan agar hukum bisa tegak. Dalam pelaksanaannya tidak bisa membisu terhadap kalimat Equality Before The Law atau Persamaan di Depan Hukum. Aparat penegak hukum tidak bisa mengabaikan para petani, buruh atau pekerja, pedagang kaki lima, dan kelompok rentan.
Hukum,menjadi tidak bermanfaat jika berada ditangan orang atau pihak yang korup dan semena-mena serta tidak memiliki kepedulian terhadap keadilan, sebagaimana tujuan hukum itu dibuat. Karena hukum akan digunakan sebagai alat untuk memuluskan keinginannya dan kelompoknya atau sebagai kekuatan guna mempertahankan kepentingannya, maupun kekuasaannya.Bahkan,menggunakan hukum untuk menindas pihak lain yang tidak memberikan keuntungan baginya.
Polri sebagai alat negara yang bertanggungjawab untuk memelihara ketertiban dan keamanan diberikan kewenangan menggunakan hukum.Polri juga diberikan kewenangan menegakkan hukum demi untuk memberikan rasa keadilan.
Tetapi dalam melaksanakan kewenangan itu, Polri sering tidak profesional, bahkan mengabaikan rasa keadilan.Terkadang, Polri juga berpihak pada satu kelompok, atau melindungi kelompok yang melakukan tindakan melawan hukum. Bahkan tidak sedikit oknum Polri yang menggunakan kewenangannya demi kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
Kerap terlihat Polri berubah sikap ketika akan menegakkan hukum terhadap pengusaha, penguasa atau kelompok tertentu yang bisa memberikan sesuatu. Tetapi Polri seperti mendapat suntikan semangat bila terkait dengan kepentingan penguasa dan pengusaha tertentu. Akibatnya, banyak pelanggaran hukum terbiarkan, karena ada kekuatan yang bisa memberikan keuntungan bagi oknum aparat penegak hukum.
Lihat saja , kehebatan Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Metro Jaya saat mengusut kasus kabel di gorong-gorong Jl Medan Merdeka Selatan. Sepekan setelah Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meminta Polda Metro Jaya mengusutnya. Jajaran Ditkrimsus Polda Metro Jaya berhasil mengungkap dan menangkap enam tersangka pencuri tembaga dari kabel yang ditemukan di gorong-gorong Jl Medan Merdeka Selatan. Begitu juga saat penggusuran Kalijodo, Polda Metro Jaya langsung mengerahkan ribuan anggotanya bahkan melebihi jumlah personil Satpol PP Pemprov DKI.
Ironisnya, gerak Polri menjadi lambat bahkan seperti tidak berniat untuk menegakkan hukum, ketika Gubernur Ahok mendukung keberadaan angkutan umum yang menggunakan sepeda motor atau Gojek dan sejenisnya. Jajaran Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, seakan tidak berdaya, padahal Gojek dan angkutan umum sejenisnya melanggar undang-undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
Ketidakberdayaan Polri semakin ditunjukkan jajaran Subdit Indag Ditkrimsus Polda Metro Jaya terkait barang-barang palsu yang biasa disebut barang KW . Produk ilegal dari mulai kebutuhan sandang dan pangan itu bebas beredar di pusat-pusat perbelanjaan, toko-toko klontong hingga di warung-warung di Jakarta. Begitu juga VCD bajakan dan telepon seluler serta barang elektronik, spare part kendaraan, pelumas (Oli) serta beragam barang barang palsu lainnya.
Padahal pemberantasan barang-barang ilegal yang semakin marak itu, bukan permasalahan yang sulit seperti kasus kabel gorong-gorong. Karena sudah menjadi rahasia umum, bahkan secara kasat mata bisa ditemukan, tidak perlu melakukan penyelidikan yang rumit.
Masih segar dalam ingatan, meskipun sudah berlangsung beberapa tahun silam. Pernyataan seorang pengusaha dari kelompok Artha Graha saat bertikai dengan majalah Tempo di Mapolres Metro Jakarta Pusat, menyebut, bahwa semua yang ada di gedung Polres Metro Jakarta Pusat adalah pemberian bos besarnya. Tak seorang pun pejabat Polri yang membantah, apalagi mempersoalkan pernyataan sang pengusaha itu.
Sikap berbeda yang ditunjukkan jajaran Ditkrimsus Polda Metro Jaya terkait maraknya barang-barang ilegal, semakin menguatkan dugaan adanya aliran dana siluman setoran" dari pengusaha di kawasan Roxi, Jakarta Pusat dan mafia VCD bajakan ke sejumlah oknum di Ditkrimsus Polda Metro Jaya. Informasi dari kalangan pengusaha di Roxi menyebutkan, jumlah setoran berpariasi, dari mulai Rp 10 juta hingga Rp 20 juta perbulan/ per tiga bulan, semua tergantung pendekatan. Semoga informasi itu bukan sebuah kebenaran. O Edison Siahaan