Selasa, 05 April 2016 10:31:33
Sanksi & Bedol Desa Ala Polri
Sanksi & Bedol Desa Ala Polri
Beritabatavia.com - Berita tentang Sanksi & Bedol Desa Ala Polri
Masyarakat luas memahami pencopotan seseorang dari jabatannya maupun seorang pimpinan bersama sejumlah anggotanya secara bersamaan yang biasa disebut ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Masyarakat luas memahami pencopotan seseorang dari jabatannya maupun seorang pimpinan bersama sejumlah anggotanya secara bersamaan yang biasa disebut bedol desa, adalah sanksi sebagai konsekuensi atas tindakannya.
Biasanya pencopotan dan bedol desa adalah tindakan yang dilakukan oleh pimpinan instansi atau organsisasi, akibat terjadi insiden yang membuat kondisi dalam keadaan kritis. Sekaligus pertanggungjawaban kepada masyarakat, bahwa institusi tersebut telah memberikan sanksi kepada anggotanya yang melakukan perbuatan melawan hukum mapun pelanggaran etika.
Sejatinya, sanksi itu bertujuan untuk menimbulkan efek jera yang akan berdampak buruk pada karir seseorang.Sehingga, sanksi bisa mencegah agar perbuatan tercela atau pelanggaran hukum tidak lagi dilakukan baik secara perorangan maupun bersama-sama.
Sanksi akan menjadi kontra produktif apabila dijadikan hanya alat pencitraan. Sanksi yang tidak dilaksanakan dengan konsekuen dan konsisten dan menimbulkan dampak ke arah yang lebih baik, akan memicu menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut.
Seperti sanksi pencopotan Kapolda Sulsel, Irjen Yusuf Manggabarani, pada pertengahan 2004 silam. Saat itu, Irjen Yusuf dicopot terkait kasus peganiayaan mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar oleh aparat kepolisian Sulawesi Selatan (Sulsel).Kemudian pencopotan Kapolda Sumut, Irjen Nanan Soekarna, pada 2009 terkait aksi unjukrasa yang mengakibatkan tewasnya ketua DPRD Sumut. Kedua perwira tinggi Polri itu ditarik ke Mabes Polri tanpa jabatan.
Sayangnya, sanksi kepada dua perwira tinggi Polri itu hanya sesaat, bahkan tak membuat karir keduanya terhambat. Faktanya, keduanya mendapat kenaikan pangkat Jenderal Bintang tiga atau Komjen dan sempat menduduki jabatan sebagai Wakapolri.
Pimpinan Polri juga memberikan sanksi degan cara bedol desa kepada pejabat Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, pada 2014 lalu.
Saat itu Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Nurhadi Yuwono yang baru tiga bulan menjabat dicopot dan dimutasi menjadi Analis Kebijakan Madya Bidang PJR Korlantas Polri. Sementara wakilnya Ajun Komisaris Besar (AKBP) Sambodo Purnomo Yogo dicopot dan dilempar menjadi Pamen Polda Maluku.
Kemudian Kasub Regident Ditlantas Polda Metro Jata, AKB Latif Usman dimutasi menjadi Pamen Polda Malut. Sedangkan Komisaris Iwan Saktiadi Kasi BPKB dimutasi menjadi Pamen Polda Sultra. Disusul Komisaris Adi Benny Cahyono, dicopot dari jabatan Kasi STNK. Bedol desa di lingkungan Ditlantas Polda Metro Jaya itu terkait operasi tangkap tangan kasus pungli yang digelar anggota Paminal DivPropam Mabes Polri.
Tetapi sanksi hanya sesaat, bahkan tidak berdampak pada perjalanan karir para Pamen Polri tersebut. Terbukti, tidak lama kemudian, AKBP Latif Usman mendapat promosi sebagai Kapolresta Semarang, Jawa Tengah. Sedangkan Iwan Saktiadi, selain mendapat kenaikan pangkat menjadi AKBP juga dipercaya menjabat sebagai Kasub Regident Ditlantas Polda Metro Jaya.
Sayogianya, pencopotan jabatan dengan cara yang tidak biasa apalagi dengan cara bedol desa hendaknya berujung pada kematian karir yang menerimanya. Agar setiap anggota Polri terus berupaya melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan ketentuan dan etika yang berlaku. Karena lewat sanksi tegas dan konsisten serta berdampak buruk terhadap karir seorang anggota Polri, akan disusul dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. O Edison Siahaan