Minggu, 12 Juni 2016 16:02:20
Kepala Gatal, Kaki Digaruk
Kepala Gatal, Kaki Digaruk
Beritabatavia.com - Berita tentang Kepala Gatal, Kaki Digaruk
Sebuah istilah yang akrab di masyarakat Medan, Sumatera Utara “Kalau kepala yang gatal, kenapa kaki yang digaruk ?†sangat tepat ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Sebuah istilah yang akrab di masyarakat Medan, Sumatera Utara Kalau kepala yang gatal, kenapa kaki yang digaruk ? sangat tepat bila dikaitkan dengan upaya pemberantasan barang-barang palsu yang sudah beredar secara masif.
Masifnya peredaran produk tiruan tidak lagi hanya di pusat-pusat perbelanjaan, tetapi sudah menjalar hingga ke warung-warung di dekat hunian masyarakat.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Eugenia Mardanugraha, peneliti dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) ditemukan beragam komoditas barang palsu yang beredar di Indonesia. Dari mulai barang-barang perangkat lunak,tinta printer, pakaian, makanan dan minuman, aksesori dari kulit, serta obat-obatan dan pakaian,sepatu,barang-barang elektronik,onderdil kendaraan, pelumas, pompa, hingga pupuk. MIAP menggolongkan semua barang yang beredar tanpa izin,adalah produk palsu.
Kita semakin cemas, sebab jumlah barang-barang palsu yang biasa disebut KW setiap tahunnya terus meningkat. Akibatnya, tidak hanya kerugian Negara dari sektor pajak yang mencapai Rp 65,1 triliun pertahun.Serta kerugian konsumen karena membeli barang yang berkualitas rendah.
Tetapi, peredaran barang-barang KW ini dipastikan menjadi alasan utama bagi investor enggan untuk berinvestasi di Indonesia.
Seperti pengakuan Country Manager PT Levi Strauss Indonesia, Sumesh Wadhana, bahwa pihaknya sudah frustasi menghadapi produk palsu di Indonesia. Dia berharap pemerintah Indonesia ikut campur tangan untuk memerangi produk-produk palsu yang marak di Indonesia.
Lalu apa solusinya ? Peneliti Eugenia Mardanugraha dan MIAP sepakat bahwa penyebab peningkatan jumlah produk palsu karena penegakan hukum yang tidak maksimal. Produsen barang palsu dan pembelinya tidak takut karena yakin tidak akan diadili. Apakah hukum atau aparat penegak hukum kita yang lemah ?
Padahal Pasal 90 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek sudah mengamanatkan:
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan,dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kemudian Pasal 91 berbunyi:
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Mungkin semua orang berpikiran sama , kalau barang-barang KW ditangkap, lalu semua masalah selesai. Padahal tidak semua harus dilakukan dengan cara refresif. Karena penegakan hukum bukan cara satu-satunya untuk mencegah peredaran barang-barang KW.
Ada cara yang progresif untuk menangani peredaran barang-barang KW.Sebab mengatasi permasalahan barang-barang KW ini, sama halnya dengan mengurai kemacetan dan penanganan kejahatan lainnya.
Seperti istilah orang Medan, kalau kepala yang gatal, kenapa kaki yang digaruk. Begitu juga soal barang-barang KW, mengapa kita selalu ingin menumpas gejalanya. Padahal seharusnya mengobati hilirnya dan penyebabnya, bukan gejalanya.
Artinya, pemerintah harus berani menutup keran barang impor KW dan memperketat izin pabrik barang KW. Apabila kedua langkah itu dilaksanakan, maka kekhawatiran terhadap barang-barang KW akan sirna. Semoga ! O Edison Siahaan