Rabu, 23 Juli 2014 09:19:54
Tikungan Tajam Kalahkan Prabowo
Tikungan Tajam Kalahkan Prabowo
Beritabatavia.com - Berita tentang Tikungan Tajam Kalahkan Prabowo
Layaknya sebuah drama yang diwarnai beragam suasana atau kisah sebuah perjalanan panjang yang penuh jalan berliku dan tikungan tajam. Itulah potret ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Layaknya sebuah drama yang diwarnai beragam suasana atau kisah sebuah perjalanan panjang yang penuh jalan berliku dan tikungan tajam. Itulah potret perjalanan politik Prabowo Subianto hingga hasil rakapitulasi yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa 22 Juli 2014.
Tidak semua politisi mampu melakukan perjalanan panjang dan melelahkan apalagi penuh dengan rintangan. Kecuali politisi yang memiliki kemampuan atau skill serta pengalaman. Tidak hanya itu, juga politisi yang memiliki insting yang tajam ,agar mampu menduga atau membaca situasi sebelum membuat keputusan. Sehingga langkah atau keputusan politiknya efektif dan memiliki efek panjang yang saling berkaitan dalam rangka mencapai tujuan baik untuk kepentingan dirinya, partainya serta bangsa dan negaranya.
Tentu ketajaman insting dan kemampuan atau skill seorang politisi selain diperoleh lewat pendidikan formil, juga sangat ditentukan oleh proses pengalaman yang relatif panjang. Karena kematangan seorang politisi akan teruji, jika dalam perjalanan karirnya mampu bertindak,menghindar,bahkan memukul dan menangkis berbagai serangan, layaknya seperti jago kungfu dalam film laga mandarin.
Kemungkinan ada benarnya, jika kekalahan capres pasangan Prabowo-Hatta dipicu lemahnya insting politik Prabowo Subianto sehingga lupa terhadap ancaman dari dinamika politik yang terburuk. Karena proses pencalonan Prabowo sebagai Presiden pada Pileg 2014 tidak berdiri sendiri, tetapi diwarnai kesepakatan bahkan perjanjian yang dilaksanakan jauh sebelumnya.
Pada awalnya, PDIP yang dipimpin Megawati bersama Partai Gerindra besutan Prabowo Subianto memiliki hubungan mesra sebagai partai oposisi terhadap pemerintahan SBY. Sebelumnya, pengalaman maju bersama dalam Pilpres 2009 membuat hubungan Prabowo dengan Megawati kian mesra hingga ditorehkan dalam kesepakatan perjanjian ‘Batu Tulis’. Lewat perjanjian itulah ‘disebut’ PDIP akan mendukung Prabowo maju sebagai Capres pada 2014.
Sejak itulah hubungan mesra antara PDIP dengan Gerindra kian lekat bahkan diwarnai upaya bahu membahu dalam berbagai aktifitas politik. Tidak dapat dipungkiri, peran Prabowo sangat besar dalam pencalonan Jokowi Widodo sebagai kader PDIP untuk menduduki jabatan Gubernur DKI lewat Pilkada 2012 silam. Sukses memenangkan Pilkada DKI 2012 sosok Jokowi kian kinclong. Hampir semua media massa menyorot sisi positif Jokowi hingga sosok mantan walikota Solo itu melambung ke seluruh penjuru negeri ini.
Anehnya, popularitas Jokowi tak membuat Prabowo gusar, justru membiarkan bahkan mendorong agar Jokowi menjadi super star. Seakan berharap kepopuleran, eletabilitas dan kapabilitas Jokowi kelak akan mendukung Prabowo saat maju sebagai Capres pada Pilpres 2014. Prabowo tidak memiliki insting, bagaimana jika Jokowi kelak akan menjadi lawan politiknya. Sehingga perlu melakukan upaya untuk mengimbangi langkah Jokowi merebut hati rakyat lewat media massa.
Prabowo alpa terhadap ungkapan ‘tidak ada kawan yang abadi dalam politik’. Justru terkesan ikut menikmati popularitas yang didapat Jokowi. Akhirnya seiring dengan perjalanan waktu, hingga pasca Pileg 2014, Prabowo dihadapkan dengan kenyataan pahit lewat sikap ingkar janji Megawati terhadap ikrar ’Batu Tulis’. Disusul dengan pencalonan Jokowi sebagai Capres oleh PDIP, kemesraan Prabowo dengan Megawati meledak bagaikan lahar panas yang meleleh dari puncak gunung.
Insting politik Prabowo tumpul diredam perjanjian ‘Batu Tulis’. Prabowo tidak mampu membaca tabiat politik Megawati yang tampil sebagai sosok egosentris, dan terkesan tega ketika eksistensinya terganggu oleh silau popularitas partner politiknya sendiri.
Meskipun pesona sang mantan Danjen Kopassus ini memiliki kharisma tersendiri dan itu terbukti dari melonjaknya suara Partai Gerindra hingga dua kali lipat dari pemilu sebelumnya. Padahal, partai yang didirikannya itu masih seumur jagung.
Tetapi dalam adu kecepatan pada Pilpres 2014, Prabowo terseok-seok mengejar Jokowi yang sudah lebih dulu mencuri start dan menyalip Prabowo saat berada di tikungan tajam politik. Ungkapan ‘Tak ada kawan yang abadi dalam politik’ benar-benar dimanfaatkan Jokowi dan melupakan peran Prabowo yang turut menghantarkannya untuk menduduki kursi DKI 1.
Fenomena perjalanan politik Prabowo menjadi pelajaran tak terhingga nilainya. Seakan memastikan mengasah insting agar tetap tajam dan meningkatkan kemampuan untuk bisa membaca situasi supaya melahirkan prediksi-prediksi yang efektif adalah kewajiban bagi kita semua, sebelum menentukan langkah, sikap dan keputusan menghadapi masa depan. O edison siahaan