Jumat, 19 Desember 2014 11:35:55
Jalan Raya Milik Siapa
Jalan Raya Milik Siapa
Beritabatavia.com - Berita tentang Jalan Raya Milik Siapa
Jalan Raya milik siapa ? Begitulah luapan arus pertanyaan yang mencuat pasca kebijakan Pemprov DKI Jakarta melarang sepeda motor melintas di Jalan ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Jalan Raya milik siapa ? Begitulah luapan arus pertanyaan yang mencuat pasca kebijakan Pemprov DKI Jakarta melarang sepeda motor melintas di Jalan Thamrin -Merdeka Barat yang sudah mulai diterapkan pada Rabu 17 Desember 2014 lalu.
Selain kebijakan itu dituding sangat diskriminatif dan arogan, juga menyusahkan masyarakat yang karena terpaksa menggunakan sepeda motor sebagai sarana transportasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Sehingga sebagian besar masyarakat ibukota dan sekitarnya kembali bertanya, mengapa Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membuat kebijakan yang menyusahkan rakyat kecil ? Karena ribuan masyarakat pengguna sepeda motor yang melakukan aktivitas di kawasan tersebut, menjadi terganggu. Ditambah masyarakat difabelitas atau penyandang cacat yang menggunakan sepeda motor.
Banyak pihak yang terus bertanya-tanya . Apalagi alasan larangan itu tidak jelas, sebab awalnya dikatakan untuk mengatasi kemacetan, kemudian untuk mengurangi kecelakaan sepeda motor dikawasan tersebut. Sayangnya, alasan itu tidak didukung dengan riset atau kajian dan penelitian untuk mengetahui apakah benar sepeda motor yang melintas di kawasan Thamrin dan Merdeka Barat menjadi pemicu kemacetan ? Apakah jumlah kecelakaan sepeda motor lebih tinggi jika dibandingkan dengan kawasan di luar jalan Thamrin- Merdeka Barat ?
Masyarakat juga mempertanyakan dasar hukum Pemprov DKI membuat kebijakan larangan tersebut. Sebab UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, mengamanatkan pemerintah untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman,selamat, tertib dan lancar. Serta mengembangkan jaringan jalan untuk menghubungkan semua wilayah di daratan.
Guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas maka pemerintah diberikan wewenang sesuai dengan Pasal 133 UU No 22/2009 untuk mengendalikan lewat manajemen kebutuhan lalu lintas. Pengendalian itu dapat dilakukan diantaranya dengan cara pembatasan lalu lintas sepeda motor pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan jalan tertentu.
Sangat jelas, wewenang yang diberikan UU sangat tidak sesuai dengan kebijakan gubernur Ahok yang melarang sepeda motor melintas selama 24 jam. Seharusnya, kebijakan pengendalian dengan cara pembatasan pada waktu tertentu seperti three in one. Kalau landasan hukumnya adalah Peraturan pemerintah (PP) atau Perda maupun Pergub. Pertanyaannya, apakah aturan yang tingkatannya lebih rendah bisa berlawanan dengan aturan yang lebih tinggi ?
Anehnya, pemprov DKI seakan tidak mengetahui amanat UU, bahkan ngotot untuk memaksakan kebijakannya sehingga terkesan arogan. Buktinya, gubernur Ahok kembali menawarkan kebijakan yang menyusahkan banyak pihak, lewat penggunaan e-money (kartu elektronik) oleh pengendara motor untuk dapat parkir kendaraannya dengan murah. Kebijakan Ahok seakan ingin membantu pengendara motor, tapi disisi lain mengorbankan pengusaha atau pengelola parkir. Padahal, masyarakat tidak meminta untuk dibantu, tetapi menuntut kewajiban pemerintah mewujudkan transportasi umum yang terintegrasi semua wilayah dan dapat terjangkau serta menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, Kelancaran (Kamseltibcar) lalu lintas. O edison siahaan