Senin, 13 April 2015 11:36:35
Massa Menginthili
Massa Menginthili
Beritabatavia.com - Berita tentang Massa Menginthili
Pasca reformasi, dinamika demokrasi di negeri ini melahirkan kebebasan berserikat, berekspresi, menyampaikan pendapat, baik itu dilakukan perorangan ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Pasca reformasi, dinamika demokrasi di negeri ini melahirkan kebebasan berserikat, berekspresi, menyampaikan pendapat, baik itu dilakukan perorangan maupun kelompok dengan jumlah yang cukup besar. Namun, bangsa ini belum tersadarkan bahwa proses pelaksanaan kebebasan itu, sudah mengarah pada kebablasan. Sebab, tak jarang ada perampasan kebebasan terhadap yang lain, saat sebuah kelompok menyampaikan aspirasi dengan massa besar.
Massa sekarang ini memang menentukan, siapa yang memiliki massa paling banyak itulah yang menangan. Keberadaan massa sudah bisa melampaui hukum dan peradaban baru walau kadang menjadi cermin ketololan.
Mengapa dikatakan ketololan ? Karena massa ini kehilangan akal sehatnya dan tanpa malu dan ragu menginthili saja. Menginthili ini sebenarnya kata yang tidak ada dalam bahasa Jawa, karena yang dikenal hanya nginthil yang bermakna mengekor.
Kata menginthili menjadi pleseten guyonan srimulat yang sebenarnya memparodikan pengikut-pengikut yang mengekor tapi tidak pakai otak, karena hanya jadi inthil-inthil saja. Massa menginthili ini sebenarnya massa yang mengambang tak punya harga diri dan jati diri, diberi uang bensin dan kaos, lalu kumpul-kumpul keliling-keliling sambil membuat pusing warga lain sudah cukup membanggakan.
Kemudian foto-fotonya di up load di media sosial untuk menunjukan ini aku lho bagian dari inthil tadi. Aneh bin ajaib, foating massa ini dijadikan semacam buaya yang dibodoh-bodohi Joko Tingkir untuk mendorong gethek/rakitnya.
Ironisnya, massa menginthili ini yang juga bagian dari bangsa Indonesia tak juga memiliki kesadaran. Tetapi justru menjadikannya sebuah kebanggaan, meskipun terkadang aktivitasnya melanggar hukum hingga menimbulkan ketakutan dan kecemasan bagi masyarakat lainnya.
Padahal massa menginthili ini hanya dipakai atau digunakan sebagai nilai tawar atau bargaining politik wani piro dengan modal uang bensin dan kaos ala saringan tahu. Lagi-lagi media sosial menjadi tembok ratapan serta pameran ketololan tempat eksis sebagai bagian dari sebuah gerombolan yang tanpa jiwa bagai buaya penyangga gethek saja. O Cdl