Kamis, 05 Juli 2018 11:43:14
Diskusi Kabinet Ala Rakyat
Diskusi Kabinet Ala Rakyat
Beritabatavia.com - Berita tentang Diskusi Kabinet Ala Rakyat
Sebuah perbincangan ala warga biasa berlangsung di salah satu pojok ibukota Jakarta. Meski tanpa jadwal apalagi undangan, mereka berkumpul menggelar ...
Ist.
Beritabatavia.com -
Sebuah perbincangan ala warga biasa berlangsung di salah satu pojok ibukota Jakarta. Meski tanpa jadwal apalagi undangan, mereka berkumpul menggelar diskusi dan tampak beda tipis (beti) dengan rapat paripurna di Senayan atau Rapat Kabinet di Istana kawasan Monas.
Perbincangan juga diawali tak sengaja, tidak ada yang memimpin rapat maupun juru tulis alias jurtul.Semuanya berlangsung tanpa sengaja, dan hasilnya pun tak perlu dicatat untuk dijelaskan pada media massa.
Topik pembicaraan acak,semua dibahas dari mulai Pilkada,Pemilu,Pilpres,kenaikan harga BBM,kemacetan,kinerja pemerintah, hingga posisi atau status rakyat dalam Negara. Bahkan soal sosok yang layak jadi pemimpin. Semua mereka paham, sepertinya permasalahan bangsa ini ada didepan mata.
Saat asap rokok mengebul dari mulutnya, pria separuh baya itu memulai pembicaraan. Kalimat yang diucapkan teratur, gaya dan cara bicaranya menarik mirip seorang orator, terkadang diselingi kata-kata asing yang agak sulit dipahami pendengarnya.
Pria itu mengatakan, dalam Negara demokrasi, rakyat adalah pemilik yang kemudian menggelar pesta demokrasi untuk memilih pemimpin pemerintahan. Dia yang kita tunjuk, untuk bertanggungjawab melindungi dan mencerdaskan rakyat, untuk itulah ada tentara dan polisi serta kemendikbud.Begitu juga kementerian lainnya, mereka harus bekerja untuk meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan rakyat serta memenuhi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia.
Pria itu semakin semangat,membuat peserta diskusi tak resmi lainnya antusias mendengarkan penjelasan yang disampaikan. Sebagai warga Negara, kita harus mencatat apa saja yang belum dilakukan oleh pemerintah, bukan mengumumkan apa yang sudah dilakukan. Karena membangun Negara dan bangsa adalah kewajiban pemerintah, bukan hak. Sebaliknya rakyat memiliki hak untuk mengingatkan pemerintah agar melaksanakan kewajibannya. Sesungguhnya, dalam praktiknya hak rakyat itu dilaksanakan oleh wakilnya yang duduk di Senayan. Sayangnya, mereka juga ikut berebut kekuasaan.
Supaya kita ingat ! kata pria itu sambil menggeser posisi duduknya di kursi. Orang-orang yang kita pilih untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab membangun bangsa dan Negara ini, bukan kerja bakti atau gratis.
Coba bayangkan, kata pria itu dengan mimik wajah serius, APBN 2017 jumlahnya sekitar Rp 2.080 triliun. Dari jumlah itu, seperempatnya atau 25 persen lebih habis untuk membayar gaji dan tunjangan pegawai negeri. Supaya lebih rinci, ini penjelasan Menteri Keuangan, kata pria itu sambil menunjukkan angka-angka yang tertera di telepon selulernya. Anggaran belanja operasional pemerintah sebesar Rp1.315 triliun, belanja pegawai Rp1.343 triliun, belanja barang Rp296,6 triliun dan belanja modal Rp194,3 triliun. Kalau dari sisi neraca pemerintah pusat, belanja pegawai 26,1 persen dari total belanja pemerintah pusat atau seperempat anggaran dibayar untuk gaji dan tunjangan para birokrat.
Makanya kita heran, kalau ada masyarakat yang bilang pemerintah telah membangun dan memberikan sumbangan. Penilaian seperti itu hanya oleh orang-orang yang terjajah ,sehingga apa yang dilakukan pemerintah dianggap sebagai belas kasihan. Padahal semua yang ada di negeri ini adalah hak rakyat yang dipercayakan ke pemerintah untuk mengelolanya dan digunakan untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah tidak boleh melakukan pembangunan yang orientasinya bisnis.Seperti jalan tol, itu kan bisnis yang pada akhirnya rakyat yang bayar. Pemerintah harus membangun jalan yang baik dan tidak berbayar. Kalau mau bikin jalan tol silakan dibangun oleh perusahaan swasta. Dan paling penting, kebijakan pemerintah jangan membuat rakyat jadi susah.
Sebelum meninggalkan lokasi diskusi tak resmi itu, pria itu mengingatkan agar kita semua rakyat Indonesia paham dan mengerti serta melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Sesaat kemudian pria tersebut melangkah dan hilang bersama keramaian Ibukota Jakarta.Sementara dengan dahi mengerut, peserta diskusi tak resmi lainnya masih duduk dan kembali membahas beragam topik lainnya. O Edison Siahaan