Beritabatavia.com -
Ibukota negara bukan sekadar sebutan atau pemberian tanda pada sebuah kota. Tetapi Ibukota memiliki latar belakang yang sarat dengan nilai-nilai sejarah perjalanan bangsa dan negara.
Seperti Jakarta ibukota negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) yang sempat menimbulkan keraguan sehingga mendorong keinginan sejumlah pihak untuk memidahkan ibukota ke tempat lain. Tetapi Presiden Soekarno menegaskan agar menghilangkan semua keraguan tentang Jakarta. Disusul lahirnya Undang-undang nomor 10 tahun 1964 tentang penegasan Jakarta ibukota negara, disahkan oleh Presiden Soekarno pada 31 Agustus 1964 setelah mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat gotong royong.
Isu pemindahan ibukota sudah mencapai puncaknya. Pro kontra dan silang pendapat tak bisa dihindari. Tentu ada yang harus dipahami tentang pemindahan ibukota ini, begitu pendapat DR Irmanputra Sidin. Ahli hukum tatanegara itu mengatakan, pemindahan ibukota bukan produk hukum yang secara teknokratik bisa dilakukan karena keputusan politik Presiden saja, meskipun mendapat dukungan politik. Ada hal-hal filosofis konstitusional yang harus dipahami lebih dahulu, tentang Ibukota dalam konteks perjalanan konstitusi kita selama ini.
Maksud Ibukota menurut UUD 1945 adalah tempat seluruh rakyat Indonesia berkumpul untuk mengambil keputusan keputusan yang paling penting terhadap republik ini. Dalam suatu kelembagaan wakil-wakil yang dipilihnya melalui pemilu, berkumpul dan mengambil keputusan penting untuk bangsa dan negara ini. Makanya dalam Pasal 2 UUD 1945 disebutkan MPR itu bersidang sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Ibukota juga tempat lembaga pilihan rakyat melaksanakan mandat yang diberikan rakyat mengawasi penggunaan uang rakyat oleh institusi negara. Secara teknis kita pahami tentang ibukota. Tetapi apakah ibukota dalam perspektif perjalanan sejarah konstitusi dan apa kriterianya. Jakarta adalah ibu dari seluruh kota-kota bahkan pulau yang ada di wilayah Indonesia.
Nah, tentunya kita harus memahami apa yang melatar belakangi mengapa Jakarta di tunjuk sebagai Ibukota negara kesatuan RI. Karena Jakarta yang mengandung dan melahirkan negara kesatuan republik Indonesia. Jakarta adalah tempat dimana ibu menjahit bendera merah putih. Jakarta adalah tempat proklamator membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia dan menyampaikannya ke seluruh penjuru dunia. Jakarta yang memfasilitasi lahirnya ideologi kita yaitu Pancasila yang sangat kita banggakan. Jakarta adalah tempat menguntai kata-kata menjadi kalimat penuh makna yang berguna mengontrol kekuasaan dalam bentuk UUD 1945. Itulah Jakarta yang kita lekatkan sebagai ibukota sekaligus ibu dari seluruh desa, wilayah dan kota yang diseluruh wilayah NKRI. Itulah sejarah panjang Jakarta.
Sampai sekarang, kita tidak pernah mencabut atau mengamandemen filosofis Jakarta sebagai ibukota negara. Begitu juga soal kedudukan Jakarta tempat lahirnya proklamasi, pusat revolusi dan tempat untuk memulai penyebaran Pancasila ke seluruh penjuru dunia. Ketentuan Jakarta adalah ibu dari seluruh kota yang ada di Indonesia, hingga saat ini masih tetap berlaku.
Oleh karena itu, pemindahan ibukota tidak semudah seperti kebijakan-kebijakan lainnya. Pemindahan ibukota tidak cukup dengan kebijakan teknokratis yang dapat dilakukan hanya dengan cara bertemu para pimpinan partai politik dan mendapat persetujuan dari parlemen, maka urusan perubahan UU dapat menyusul. Tidak bisa seperti itu. Karena ada nilai fundamental, nilai historis Jakarta sebagai ibukota yang sulit dilekatkan.
Apabila ingin memindahkan ibukota, maka sama artinya Jakarta bukan lagi sebagai ibu yang melahirkan proklamasi, Jakarta bukan lagi tempat menjahit merah putih dan Jakarta bukan lagi kota tempat melahirkan Pancasila dan merancang konstitusi.
Secara teknokratik, perubahan UUD 1945 bisa saja dilakukan, tetapi nilai-nilai fundamental pembukaan itu kita tidak ada yang berani merubahnya. Bahkan seluruh partai politik yang ada juga tidak mampu dan tidak berdaya melakukan perubahan filosofis fundamental pembukaan UUD 1945 itu.
Sesungguhnya nilai filosofis fundamental itu sama nilainya ketika melekatkan Jakarta sebagai Ibukota negara. Ketika Jakarta sebagai kota pusat pemerintahan dan kekuasan dikelilingi bahkan dikepung aktivitas perekonomian hingga kapitalisme. Tidak berarti negara atau kekuasaan harus menyingkir atau mengungsi ke daerah lain. Kemudian mencabut status Jakarta sebagai tempat ibu menjahit merah putih, tempat melahirkan konstitusi serta tempat kita menyebar Pancasila ke seluruh penjuru dunia. Jangan seperti gerombolan buta sejarah yang ingin membuat sejarah sendiri. O Edison Siahaan