Wilayah dan kehidupan sosial membuat mereka memiliki perbedaan karakteristik. Tetapi secara umum, mereka akrab dengan teknologi digital dan selalu menggunakannya untuk beraktivitas, juga dijadikan sebagai sarana komunikasi maupun media. Para ahli dan peneliti menyebut mereka, generasi milenial yang lahir pada awal 80 an hingga awal 2000. Baru-baru ini, beberapa orang dari mereka diangkat menjadi staf khusus Presiden Jokowi.
Kehadiran generasi milenial memberikan pengaruh yang signifikan terjadinya perubahan perilaku dan budaya. Mereka juga generasi yang mendorong meningkatnya liberalisasi politik dan ekonomi. Mereka adalah pewaris bangsa yang akan memimpin dan bertanggungjawab atas perjalanan negara ke depan.
Calon-calon pemimpin dari generasi milenial membawa ide-ide rasional dan demokratis berbasis teknologi. Hendaknya disertai dengan pemahaman sejarah dan budaya bangsa Indonesia secara lengkap dan utuh. Agar adopsi demokrasi dan teknologi tidak menimbulkan hentakan yang bisa merubah sejarah dan perilaku serta budaya bangsa maupun kesatuan dan persatuan.
Mengadopsi demokrasi dan teknologi yang benar, harus lewat pendidikan yang berorientasi hasrat dan ajaran tentang rasa-merasa (sensibilitas). Generasi milenial harus memperoleh pendidikan yang membangkitkan rasa kebangsaan dan nilai-nilai budaya Indonesia. Sebab, sistim pendidikan yang salah kaprah, potensi memberikan pemahaman keliru terhadap teknologi dan demokrasi.
Proses perjalanan bangsa dari generasi ke generasi harus sesuai dengan tujuan negara dalam Konstitusi yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi kecerdasan bangsa Indonesia harus beriman, bertakwa dan berahklah mulia. Agar kehidupan setiap warga negara sudah berjalan sesuai dengan proses yang bernilai agama, budaya dan sosial yang hidup di masyarakat.
Isyarat membangun dan mencerdaskan jiwa dan raga bangsa sebagai prioritas juga ada dalam lirik lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diciptakan WR Supratman jauh sebelum Indonesia merdeka. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, bukan bangunlah badannya, bangunlah jiwanya. Artinya, pembangunan manusia harus diawali dengan mencerdaskan jiwa. Sebab, hanya orang-orang cerdas dan berakhlak mulia yang dapat membawa bangsa dan negara maju, sejahtera, adil dan makmur serta sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
Platon, seorang filsuf Yunani, mengatakan, demokrasi dan teknologi adalah budaya yang sekaligus menjadi tantangan besar dalam kehidupan masa depan.
Platon menekankan soal pendidikan yang berorientasi untuk pembentukan mental dan kepekaan (sensibilitas) sejak anak usia dini. Bukan mengawali pendididkan hanya dengan mengisi otaknya. Yang hasilnya hanya akan memiliki kecerdasan yang merdeka dan kreatif, tetapi hidup dengan budaya individual.
Sebelum abad 20, para cendikawan barat juga sudah mengingatkan dampak modrenisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan alam dan teknologi.
Seperti, Edmund Husserl dan muridnya Martin Heidegger melontarkan kritik tajam, bahwa peradaban teknologi sebagai krisis yang gawat untuk Eropa. Era teknologi membawa manusia ke nihilisme dan rasio dengan logika dasar sains dan teknologi yang akan menggerus segala bentuk manusiawi.
Kritik keras terhadap demokrasi dan teknologi bukan menolak atau anti kemajuan. Sebab, teknologi adalah keniscayaan sekaligus sejarah dan masa depan manusia. Tetapi kunci utama teknologi harus disertai pembangunan sumber daya manusia yang berkarakter budaya bangsa. Teknologi tanpa pendidikan dan kompentensi yang memadai, membuat kita hanya sebagai user, operator, server, tidak mampu menjadi programmer apalagi produsen. Diharapkan, calon pemimpin dan para generasi milenial tidak hanya memiliki kecerdasan individual. Tetapi generasi yang mampu mengadopsi gagasan rasional dengan demokrasi dan teknologi yang sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. O Edison Siahaan