Beritabatavia.com -
Rimbun, rindang, sejuk dan ramah mudah tersenyum membuat suasana damai taklagi mudah dinikmati, bahkan nyaris sirna digulung era teknologi. Bentangan sawah dan ladang berubah menjadi tembok kokoh yang tegak berdiri maupun posisi seperti bersetubuh dengan bumi melintasi berbagai wilayah.
Entahlah prosesnya lewat ganti rugi atau ganti untung, tapi hasilnya telah diganti dengan mobil mewah dan gadget canggih. Semua yang dimiliki diyakini memudahkan dan mempersingkat waktu dan mungkin juga usia. Hidup seperti mesin yang mekanismenya diatur dan disiapkan, tak lagi begitu penting berbicara, bersilaturahmi bahkan mungkin kecuali berdoa, itu juga kalau masih.
Semua bergerak kesatu tujuan lewat satu aturan, seperti taklagi ada jalan atau kesempatan tanpa teknologi. Apapun diselesaikan dengan kecanggihan teknologi. Berbicara, berfikir hingga berhubungan intim bahkan memiliki keturunan pun dengan kecanggihan tekonologi. Teknologi beranjak perlahan menuju tahta kepemimpinan dunia yang agung karena dianggap memenuhi harapan dan kepuasan serta nafsu. Hingga nyaris melupakan tanggungjawab kepada yang murah hati pemberi hidup dan kehidupan disertai pikiran, rasa, nafsu dan kepuasan serta harapan.
Seperti berlomba melupakan sejarah perjalanan kehidupan menuju dan sampai pada batas yang ditentukan. Ingin menghapus catatan sejarah bahwa pikiran dan perilaku serta sikap, nafsu, keinginan dan beragam kebutuhan dunia menjauhkan bahkan memisahkan manusia dari pemiliknya. Memilih berjalan sendiri tanpa kendali minus tujuan.
Tidak lagi peduli penjelasan sejarah, tentang beragam perilaku manusia yang justru menimbulkan permasalahan. Padahal yang ditorehkan dalam sejarah dilengkapi bukti dan fakta tentang kisah-kisah perilaku tragis dan ancaman alam yang menimpa kehidupan. Semua peristiwa itu terkait dengan sikap dan perilaku yang tumbuh dan berkembang saat itu juga.
Sejarah mengingatkan peristiwa-peristiwa itu adalah rentetan sebab akibat yang terus akan terjadi. Apakah ada kemampuan untuk mencegah perilaku manusia seperti ayah membunuh anak dan sebaliknya, atau peristiwa lainnya yang terkadang sulit dipercaya tetapi semakin sering terjadi.
Kehilangan daya dan energy saat bencana alam merusak kehidupan. Nyali ciut saat epidemi atau wabah menjadi teror menakutkan dan bebas menyebar dan merasuk hingga merenggut hidup dan kehidupan. Tak boleh lupa, sejarah terus begulir menjadi potret peristiwa dengan bobot dan kualitas sesuai dengan era kehidupan yang sedang berlangsung.
Sejatinya, sejarah menuliskan, ada yang lolos dari perilaku jahat dan terhindar dari bencana alam serta bebas dari ancaman epidemi. Tetapi memalingkan mata dan menutup telinga, kalau kebebasan itu karena kepercayaan dan keyakinan yang tak pernah berpaling. Bersikukuh dan mengeraskan hati bahwa teknologi yang dikendalikan lewat remot ditangan dapat memberikan keselamatan. Atau pasukan tentara yang dilengkapi tank-tank mutahir, serta kehadiran para ahli dan cendikiawan yang memberikan saran dan solusi.
Kekerasan hati ingin menghapus sejarah yang mengabarkan hanya iman kepada Allah pemilik alam semesta dan semua isinya, yang membebaskan dari semua bentuk ancaman kehidupan. Kekuatan pikiran dan hati yang bersandar kepada Tuhan Yang Maha Esa akan menjadi pengetahuan yang memberikan manfaat sekaligus solusi terhadap semua permasalahan.
Membiarkan hidup seperti sedang berjalan di tanah kering berbatuan yang menyedihkan. Atau menunggu jawaban dari ombak laut, matahari atau gadget canggih, mengapa di tanahmu terjadi bencana. Tidak lah mungkin. Ebiet G Ade pun hanya sekali mencoba bertanya pada rumput yang bergoyang, seperti lirik lagunya bertajuk Berita Kepada Kawan. O Edison Siahaan