Senin, 27 April 2020 10:41:11

Akrobat Larangan Mudik

Akrobat Larangan Mudik

Beritabatavia.com - Berita tentang Akrobat Larangan Mudik

Mendadak kata mudik dan pulang kampung alias Pulkam menjadi topik serius maupun lucu-lucuan dalam setiap perbincangan publik. Sebagian warga ...

Akrobat Larangan Mudik Ist.
Beritabatavia.com - Mendadak kata mudik dan pulang kampung alias Pulkam menjadi topik serius maupun lucu-lucuan dalam setiap perbincangan publik. Sebagian warga menyebut Pulkam karena seseorang kehilangan mata pencaharian di tempat atau wilayah yang ditinggalkan. Sedangkan lainnya mengatakan mudik terkait dengan menjelang hari hari Raya Idul Fitri.

Pulkam atau mudik memiliki arti yang sama yaitu kegiatan warga kembali ke kampung halaman. Bahkan kegiatan itu dilindungi  UU no 39 tahun 1999 tentang HAM yang mengamanatkan setiap warga negara berhak meninggalkan dan masuk kembali kewilayah NKRI sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Meskipun UUD 1945 Pasal 28 J ayat (2) disebut dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang

Nah, larangan mudik oleh pemerintah ditengah  wabah virus corona atau covid-19 melanda sebagian besar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dapat dilakukan dengan berdasarkan Undang-undang. Sayangnya, dasar pelarangan mudik yang diberlakukan pemerintah hanya menggunakan peraturan menteri perhubungan (Permenhub) yang diterbitkan pada 23 April dan diterapkan pada 24 April 2020. Yaitu Permenhub nomor 25 tahun 2020 tentang pengendalian transportasi masa mudik idul fitri tahun 1441 H dalam rangka pencegahan penyebaran dan penularan virus corona atau covid-19.

Seharusnya pemerintah mengunakan dasar pelarangan yaitu Undang-undang no 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Seperti yang disebut dalam Pasal 1 ayat 1,  Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Lalu apakah larangan mudik oleh pemerintah memiliki legitimasi yang kuat ?

Dibutuhkan konsistensi pemerintah dalam melaksanakan aturan yang diberlakukan. Taat aturan adalah merupakan awal langkah pemerintahan yang baik dan benar. Sedangkan menabrak aturan menjadi legitimasi untuk masuk pada pintu pelanggaran selanjutnya. Seperti larangan mudik dikaitkan dengan upaya pencegahan penyebaran dan penularan wabah virus corona atau covid-19.

Sering terdengar bangsa ini kuat tahan banting, tetapi di sepanjang jalan di berbagai wilayah berjejer penjual obat kuat dan   banyak pembelinya. Awal mencuatnya virus corona di Wuhan, China, situasi di negeri ini biasa saja, seperti tidak ada potensi ancaman apapun. Mendadak pada awal Maret 2020 pemerintah mengumumkan dua warga Depok dinyatakan positif tertular virus corona covid-19. Langkah pemerintah juga terlihat enteng-enteng saja, tak terlihat ada gerakan yang mencurigakan.

Hari berganti disusul bulan, ancaman covid-19 mulai kencang, terasa ada getaran. Pemerintah terlihat lebih sibuk berkemas mencari upaya untuk mencegah penyebaran dan penularan virus mematikan itu. Lalu gaduh berebut pilihan karena tercetus darurat sipil. Meskipun pemerintah akhirnya memilih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), bukan lock down atau karantina wilayah  seperti amanat UU no 6 tahun 2018.   

Kebijakan PSBB terkesan dua hati alias ragu-ragu, sehingga tidak efektif. Seperti  PSBB yang telah diterapkan di DKI Jakarta sejak 10 April 2020, disusul dengan wilayah Bogor,Depok, Tangerang, Bekasi, namun tak memberikan dampak signifikan untuk mencegah covid-19.

Agar tetap terlihat serius dan konsen serta berbuat maksimal dan terus berupaya melakukan pencegahan penyebaran dan penularan virus corona atau covid-19. Pemerintah memperpanjang pemberlakuan PSBB seraya melakukan akrobat tanpa harus bergerak atau berpindah tempat. Akrobat sebagai upaya menghindar dari kewajiban namun tetap melaksanakan tanggungjawab. Seperti ingin menjadi pahlawan tetapi  kekurangan modal untuk berjuang. Caranya, memodivikasi PSBB dengan muatan larangan mirip dengan karantina. Dasarnya Permenhub 25/2020 tentang pengendalian transportasi masa mudik idul fitri tahun 1441 H dalam rangka pencegahan penyebaran dan penularan virus corona atau covid-19.

Istilah buang badan, popular era penjaga gawang Ipong Silalahi. Mirip tapi bukan copy paste  itulah yang terjadi sekarang. Menghindar dari kewajiban bila penanganan virus corona menerapkan karantina wilayah. Sebab larangan mudik bertajuk karantina wilayah, ada konsekuensi yang wajib ditanggung oleh pemerintah.  Larangan mudik harus disertai dengan kewajiban pemerintah memenuhi kebutuhan dasar warga hingga ternak di wilayah yang dikarantina.

Sejatinya, pemerintah kurang paham bahwa kepedulian bangsa Indonesia tetap kuat dan terus bergelora. Khususnya ditengah kondisi yang sulit, saling membantu adalah tradisi yang tetap bergolak ditengah kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Kuncinya, sosok pemimpin yang dipercaya untuk menggerakkan hati dan fikiran baik yang tertanam disanubari setiap warga Indonesia. Publik yakin, apabila pemerintah serius dan jujur menjelaskan akan memberlakukan karantina wilayah untuk mencegah penyebaran dan penularan wabah virus corona. Bukan sesuatu yang sulit atau terkendala karena beban ekonomi yang begitu besar. Rakyat akan mendukung dan menggalang donasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama karantina wilayah diterapkan. Apalagi bagi kalangan pengusaha papan atas di negeri ini, bukan sesuatu yang mustahil. Sayangnya, pemimpin masih merasa optimis meskipun mulai krisis. Sementara virus corona terus merebak, korban berjatuhan, anggaran berserakan,semuanya berantakan. O Edison Siahaan
 

Berita Terpopuler
Berita Lainnya
Kamis, 29 Desember 2022
Sabtu, 19 November 2022
Rabu, 09 November 2022
Sabtu, 22 Oktober 2022
Minggu, 02 Oktober 2022
Minggu, 02 Oktober 2022
Selasa, 20 September 2022
Senin, 12 September 2022
Kamis, 01 September 2022
Rabu, 10 Agustus 2022
Kamis, 30 Juni 2022
Jumat, 10 Juni 2022