Beritabatavia.com -
"
Citra rekonstruksi Hiroshima lebih kuat dibandingkan dengan kehancurannya."
Pemberlakuan UU Konstruksi Peringatan Perdamaian Hiroshima pada 1949 merupakan hasil kerja keras warga, terutama Walikota Shinzo Hamai, pada festival Perdamaian Hiroshima 1947 yang mengajak semua pihak bergabung bersama untuk membersihkan bumi dari kengerian perang dan untuk membangun sebuah perdamaian yang sesungguhnya. Kemudian menjadi contoh bagi para walikota Hiroshima masa depan.
Bukan sekadar membangun kembali kota Hiroshima yang hancur dihantam bom atom tentara sekutu dengan gedung dan tembok tinggi. Tetapi menjadi kota peringatan perdamaian untuk melambangkan ketulusan terhadap perdamaian sejati dan abadi. Saat ini Hiroshima tempat yang cemerlang dan menyenangkan penuh berkah dengan lokasi yang indah. Sat ini, Jepang didalamnya Hiroshima menjadi negara super power di Asia bahkan teknologinya merambah dunia. Tetapi Jepang bisa maju dan modren dengan tetap menjadi Jepang. Tanpa harus kehilangan kepribadian dan identitas serta jati diri sebagai bangsa Jepang.
Pendidikan menjadi penting dan perlu sekaligus kunci utama untuk menjadi bangsa yang maju dan modren tanpa kehilangan identitas maupun jati diri sebagai bangsa. Bahkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan negara untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Amanat tersebut dipertegas pada Pasal 31 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Ayat 2 kemudian menekankan agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur oleh undang-undang.
Pendidikan adalah pintu masuk untuk menjadi bangsa mandiri,maju, hebat, kuat dan berkarakter serta mampu mengelola sendiri potensi yang dimiliki. Maka, pilihannya adalah, seluruh bangsa Indonesia harus mendapat pendidikan yang mengisi jiwa dan mental spritual yang baik. Pembangunan mental spiritual merupakan awal dari segala macam kemajuan pembangunan. Bahkan pembangunan yang super suksespun, tidak akan bermakna tanpa didahului pembangunan jiwa manusianya.
Sejujurnya, pembangunan jiwa dan mental yang bernapaskan Pancasila sudah diamanatkan oleh WR Supratman. Lewat lirik lagu Indonesia Raya (Lagu Kebangsaan) yang diciptakannya sebelum Indonesia Merdeka.
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya . Bukan bangunlah badannya bangunlah jiwanya. Lirik ini tentu menuntun kita untuk memulai pendidikan menjadi bangsa yang berjiwa Pancasila, memiliki karakter kuat untuk membangun Indonesia yang sejahtera dan berpengaruh di muka bumi ini.
Faktanya, pembangunan sumber daya manusia (SDM) khususnya pada era reformasi, justru menjauhkan dari budaya dan sejarah serta budiluhur bangsa Indonesia. Pembangunan jiwa mulai tergerus dengan beragam kepentingan dan diwarnai pengaruh budaya impor. Kini bangsa Indonesia seperti berjalan tanpa jiwa. Bangsa ini nyaris tak lagi memiliki jiwa dan mental spritual yang jernih. Sehingga tidak dapat menata suasana jiwa yang tenang dan damai.
Rasa kebangsaan dengan jiwa Pancasila dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia, menjadi sesuatu yang sulit ditemukan, bahkan menjadi langka. Sebaliknya, masing-masing atau kelompok bahkan partai politik maupun lembaga-lembaga negara saling menunjukkan kelebihannya sebagai kesan dari rasa bahwa kebenaran adalah hanya miliknya. Bangsa ini mulai kekurangan rasa kebersamaan.
Kini kita menyaksikan antar lembaga saling mengintai, antar parpol saling menjatuhkan. Kelompok-kelompok masyarakat saling menyerang. Bangsa ini seperti memilih berjalan ditengah kegaduhan, keributan yang tidak tahu kapan berakhir. Bahkan sudah seperti kehilangan jiwa kebersamaan, gotong royong dan budiluhur baik lainnya. Sehingga, sulit menjelaskan, siapakah Indonesia.
Kita alpa, bila jiwa dapat membangunkan peradaban dan dinamika kehidupan. Sebab apapun yang ada dalam kehidupan ini akan bermanfaat untuk kebaikan dan kedamaian, apabila kreator pembangunannya adalah manusia berjiwa baik. Bahkan semua jenis pembangunan akam mudah berdiri dan kokoh di atas jiwa yang baik.
Sayangnya, hingga kini kita masih sering latah ingin meniru dunia barat. Anehnya, teknologinya dan ilmu pengetahuan belum diserap, justru westernisasi yang dapat dan merambat. Gaya hidup dengan budaya barat, sekolah dengan ala barat dan hubungan sosialnya melebihi barat. Bangsa ini krisis wibawa, krisis figur dan butuh segera pendidikan yang bisa memberikan tauladan dan contoh serta motivasi untuk selalu cinta bangsa dan negara.
Bangsa ini butuh pemimpin berjiwa dan mental spritual yang baik, sehingga mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Serta pemimpin yang tidak membiarkan ketidakadilan atau tindakan sewenang-wenang dan setiap perilaku jahat.
0 Edison Siahaan