Beritabatavia.com -
Apakah Polri dengan jumlah anggota mencapai 500 ribu personil akan konsisten dan konsekuen melaksanakan tugas dan wewenang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), menegakkan hukum, memberikan pelayanan, perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat ? Atau Polri sebagai lembaga Negara dalam menjalankan tugas dan wewenang akan memilih peran dengan safety player ?
Tentu jawabannya bisa ya atau tidak, tergantung bagaimana kualitas integritas dan kompetensi para unsur pimpinan Polri itu sendiri.
Polri adalah lembaga yang berada di bawah Presiden dan dalam pelaksanaan tugas bertanggungjawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tetapi dalam hal Presiden mengangkat dan memberhentikan Kapolri sesuai amanat UU nomor 2 tahun 2002 harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat RI.
Seluruh gerak dan upaya Polri telah diatur dalam UU nomor 2 tahun 2002 maupun Kitab Undang-undang hukum acara pidana (KUHAP).Polri sudah dilandasi aturan yang baku bagaimana cara memelihara dan mewujudkan Kamtibmas.Misalnya,dalam menyelenggarakan tugas, Polri secara umum diberikan wewenang untuk menerima laporan dan/atau pengaduan, membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan mencegah serta menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat serta mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Pimpinan Polri telah memiliki program dalam mengimplementasikan amanat UU nomor 2 tahun 2002. Artinya, memberikan wejangan tentang cara melaksanakan wewenang tugas dan tanggungjawab Polri, sama saja dengan mengajar bebek berenang.
Apakah Polri harus sepenuhnya melaksanakan perintah Presiden ? Lagi, semuanya tergantung kemampuan pimpinan Polri menjelaskan alasan berdasarkan kewenangan yang dimiliki. Karena semestinya, siapapun tidak boleh melakukan intervensi saat Polri menjalankan tugas dan wewenangnya. Sebab semua proses dan prosedur sudah ditetapkan dan diatur secara baku. Bahkan, rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi pun tidak akan bisa berbuat apa- apa saat pertikaian Polri dengan KPK pada akhirnya dimenangkan kepolisian.
Apalagi presiden! Kita ingat pada 24 April 2000 , saat itu Presiden RI ke 4 Abdurrahman Wahid ( Gus Dur) memerintahkan Kapolri Jenderal Bimantoro menangkap Tommy Winata (TW).Apa yang terjadi ? Presiden Gus Dur, tidak punya daya ketika sang “bawahan” tidak menjalankan perintah itu. Kapolri menyampaikan alasan, Polri hanya boleh menangkap seseorang apabila ada bukti yang cukup. Pesan itu untuk mengingatkan agar Polri tidak menjadi bak sampah dari segala kotoran,lantaran melaksanakan perintah yang tidak didasari bukti yang cukup.
Lalu bagaimana warning tegas yang disampaikan kepada Kapolres dan Kapolda yang dituding tidak menjaga wibawa Polri, karena bertemu sesepuh ormas yang sering membuat keributan.Apakah peringatan itu tidak menjadi kendala dalam menjalankan tugas pokok dan wewenang memelihara Kamtibmas maupun memberikan pelayanan dan perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat ? Semestinya turut disertakan cara atau panduan memelihara Kamtibmas tanpa berkomunikasi apalagi bertemu dengan pihak yang dituding sebagai sumber masalah.
Agar wibawa Polri tetap terjaga, sebaiknya warning bahkan sanksi tegas itu diberikan kepada oknum aparat yang terbukti bekerjasama dengan pihak lain untuk melakukan tindakan melawan hukum. Bukan menebar sesuatu yang justru memicu keraguan para penanggungjawab Kamtibmas di wilayah. Sebab, kesuksesan Polri bukan semata dari berapa jumlah yang berhasil ditangkap dan dijebloskan ke ruang tahanan. Tetapi Polri berhasil bila kesadaran hukum masyarakat sudah membaik sehingga tidak ada lagi yang ditindak karena melanggar hukum. Polri harus ada dimana-mana kendati tidak mesti pergi kemana-mana.
O Edison Siahaan